Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2017

Kampar, antara Melayu dan Minangkabau

Ranah Minangkabau yang merupakan inti kebudayaan Suku Melayu sejak ratusan tahun lalu, kini mendapat identitas baru sebagai Suku Minangkabau, sebagian malu-malu mengaku Melayu, sebagian lain merasa tidak Melayu sama sekali. Seiring waktu, makna Melayu menyempit dan kerdil lalu makna Minangkabau mengalami perluasan Minangkabau yang dulu adalah nama tempat, tak lebih, kini telah menjadi nama sebuah bahasa, sebuah suku bangsa. Dengan mengabaikan fakta bahwa di tempat ini dahulu terdapat kota melayu dengan nama “Malayapura”. Di sini kerajaan-kerajaan melayu tumbuh silih berganti. Lalu ketika politik pecah belah terjadi, Bunda Kandung Melayu ini hanyut oleh identitas baru, jadilah kami bak anak ayam hilang induk. Kami orang Kampar, kami adalah Melayu Kampar, meski tak dianggap Melayu. Kami juga menyebut diri sebagai “Ughang Ocu”, satu yang paling utama dari sekian banyak pantang larang kami adalah jangan sekali-kali menyebut kami orang Minangkabau. Kenapa kami bukan Minangkabau de

Piagam Marapalam antara harmonisasi Islam dan Kebudayaan Minangkabau

Tidak ada bukti tertulis sehingga tidak pula ada kepastian waktu, tempat, dan pelaku peristiwa pencetusan piagam sumpah satie Bukik Marapalam yang pasti. Namun masyarakat meyakini bahwa piagam sumpah satie Bukik Marapalam atau lebih populer disebut sumpah satie Bukik Marapalam disepakati oleh para pemuka adat dan ulama di puncak bukit itu masa perkembangan Islam di Minangkabau (selanjutnya ditulis Minang). Konsensus itu didasari oleh sifat egaliter masyarakatnya. Piagam sumpah satie tersebut diyakini berbunyi adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah disingkat dengan ABS-SBK (adat bersendi agama Islam, Islam bersendikan Al Quran.). Namun karena berbagai versi juga ada yang menyatakan konsensus pertama antara kaum adat dan ulama berbunyi “adaik basandi syarak, syarak basandi adaik” (adat bersendi agama Islam, Islam bersendi adat). Ketiadapastian peristiwa itu dan hampir tidak adanya tulisan Belanda mengundang munculnya beragam versi sejumlah peneliti, pemerhati agama dan adat di

Syariat Islam dan Reformasi Agraria

TUNTUTAN  percepatan implementasi reformasi agraria kembali mencuat.  Selain karena telah menjadi salah satu janji pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan seperti tercantum dalam Nawacita, pemerintah juga menjadikannya bagian program besaruntuk mengatasi ketimpangan sosial dan ekonomi (Siaran Pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia tanggal 31 Januari 2017). Untuk itu Presiden Joko Widodo menetapkan 9 juta hektar tanah yang diperuntukkan bagi rakyat miskin perdesaan untuk mengatasi ketimpangan agraria dan Perhutanan Sosial 12,7 ha. Sebenarnya reformasi agraria telah lama ‘digadang-gadang’ pemerintah maupun LSM sebagai solusi peningkatan kesejahteraan petani serta pencapaian kedaulatan pangan. Melalui reforma agraria, pemerintah menjanjikan redistribusi lahan dan legalisasi aset lahan. Seperti disebutkan dalam Strategi Nasional Pelaksanaan Reformasi agraria  2016 – 2019 yang dikeluarkan oleh Kantor Staf Presiden, untuk merealisasikan RA pemerintah

Rotasi Bumi melambat

Ilmuwan memproyeksikan akan terjadi gempa global tahun depan. Ini karena putaran atau rotasi Bumi melambat beberapa milidetik per hari, kemudian kembali cepat. Hal tersebut memicu peningkatan intensitas gempa Bumi di dunia. Ahli geofisika dapat mengukur kecepatan rotasi Bumi dengan sangat tepat. Mereka meyakini pelambatan rotasi Bumi berkaitan erat dengan peningkatan siklumat. Mereka menganalisis setiap gempa yang terjadi sejak 1900 dengan skala di atas 7,0 Skala Ritchter (SR). Tim ilmuwan ini membandingkan sejumlah data historis global dan menemukan fakta rotasi Bumi melambat dan sudah berlangsung selama lima tahun terakhir. Secara khusus, tim mencatat bahwa rotasi Bumi melambat setiap 25 hinga 30 tahun. “Tahun ini perlambatan itu memicu peningkatan gempa bumi,” tulis ahli geologi dari Duke University, Trevor Nace dalam ulasannya di Forbes, Rabu (22/11). Apa penyebab rotasi Bumi melambat? Satu hipotesis melibatkan unsur inti luar Bumi, yaitu lapisan logam cair planet yang be

Pasukan Imam Mahdi akan Perangi Jazirah Arab

Gambar
Sesudah berlalunya babak ketiga yang ditandai dengan tigabelas abad masa kepemimpinan Kerajaan Daulat Bani Umayyah, kemudian Kerajaan Daulat Bani Abbasiyyah dan terakhir Kesultanan Utsmani Turki, maka selanjutnya ummat Islam memasuki Babak  Mulkan Jabbriyyan  (Penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak seraya mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya). Babak keempat diawali semenjak runtuhnya Kesultanan Utsmani Turki yang sekaligus merupakan kekhalifahan Islam terakhir pada tahun 1924. Setelah runtuhnya sistem pemerintahan Islam, maka selanjutnya ummat Islam mulai menjalani kehidupan dengan mengekor kepada pola kehidupan bermasyarakat dan bernegara ala Barat. Mulailah di berbagai negeri muslim didirikan di atasnya berbagai  nation-state  (negara bedasarkan kesatuan bangsa). Padahal sebelumnya semenjak Nabi  shollallahu ’alaih wa sallam  menjadi kepala negara  Daulah Islamiyyah  (Negara Islam) pertama di Madinah, ummat Islam hidup dalam sistem  aqidah-state  (negara berdasarkan kesatuan