BUMN dan Pendirian kampus

 

(Lambang STT telkom jaman dulu. Saat ini namanya juga berubah menjadi Telkom University)

Walau saya saat itu belum tahu bahwa Telkom adalah BUMN yang besar, tapi karena ayah berkeinginan anaknya suatu saat kelak bekerja di BUMN bukan di swasta seperti dirinya, akhirnya saya sempat mempertimbangkan STT Telkom sebagai alternatif pilihan jika saya tidak lulus SPMB.

Tapi hal itu urung saya lakukan. Ternyata setelah saya tanya sana sini, STT Telkom bukan sekolah kedinasan macam STAN (sekolah tinggi akuntansi negara) atau STIS (sekolah tinggi ilmu statistik) yang menjamin lulusannya langsung bekerja. STT Telkom hanya sekadar sekolah tinggi setingkat universitas yang statusnya swasta dan tak ada jaminan kerja di telkom juga.

Namun setelah saya akhirnya bekerja juga di salah satu BUMN (ternyata doa orang tua saya cukup ampuh), saya paham mengapa beberapa BUMN yang memiliki universitas tidak menyerap tenaga kerjanya dari sana. Sebabnya antara lain

  1. Kebanyakan beberapa universitas awalnya adalah diklat. Sudah merupakan hal yang umum jika beberapa BUMN memiliki diklat atau training center sendiri. Jadi karyawan BUMN tersebut akan dididik dan dilatih di diklat tersebut. Dibanding sewa trainer atau dilatih di luar, lebih hemat jika dilatih sendiri. Filosofi ini tetap dijaga bahwa sekalipun diklat telah berubah menjadi Universitas yang dibuka untuk umum tujuan utamanya tetap mendidik dan melatih karyawan, bukan merekrut karyawan.
  2. Membangun universitas adalah bagian dari CSR (corporate social responsibilities). Balas jasa perusahaan bagi lingkungan dan masyarakat bentuknya bisa macam-macam, salah satunya mendirikan universitas. Harapannya perusahaan bisa berkontribusi bagi masyarakat lewat pendidikan. Jadi tujuannya sekali lagi bukan untuk sarana resource atau mencari sumber daya pekerja, tapi CSR.
  3. Merekrut karyawan 100% lewat universitas perusahaan belum tentu menjamin kualitas. Jujur saja, kebanyakan perusahaan tidak menyerap tenaga kerja dari universitas milik mereka adalah karena merekapun belum yakin kepada kualitas lulusan universitas tersebut. Ini bukan berarti kualitas lulusannya jelek ya, tapi mereka sadar bahwa jika input atau seleksi masuk perusahaan dibatasi hanya lewat universitas mereka, maka mereka menutup peluang akan hadirnya calon karyawan yang lebih baik dari universitas lain. Lagipula lulusan universitas mereka tetap diberikan peluang untuk masuk perusahaan namun jalurnya sama dengan yang lain, lewat rekrutmen dan seleksi umum. Tanpa previlage, tanpa orang dalam, jujur dan adil.
  4. Orientasi bisnis. Universitas milik sebuah BUMN saat ini orientasinya sudah bisnis, sama halnya seperti universitas swasta yang lain. Jadi kalau mereka membatasi jumlah mahasiswa dengan alasan mencari yang terbaik agar nantinya mahasiswa tersebut setelah lulus bisa langsung bekerja di perusahaan, berarti jumlah mahasiswa yang diterima sedikit, pemasukan pun sedikit. No. No. Ini tidak baik untuk bisnis.

Jadi empat hal di atas yang mungkin jadi pertimbangan sebuah universitas perusahaan BUMN tidak memprioritaskan lulusannya untuk bekerja di perusahaan. Karena bagaimanapun universitas perusahaan lahir dari entitas bisnis yang larinya tak jauh-jauh dari profit.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi