TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA


Berkorban demi masa depan yang lebih baik

Ingat film "A Better Tomorrow", "Hari Esok Yang Lebih Baik" yang dibintangi oleh Chow Yun-Fat?

Judul film ini adalah cara berpikiran masyarakat Tiongkok secara umum dan juga keturunan Tionghoa yang ada di dunia.

Semua orang tua berusaha agar masa depan keturunan mereka lebih baik dari dirinya, ia rela berkorban demi masa depan yang lebih baik.

Hal ini juga sudah dilakukan oleh orang tua-orang tua, leluhur mereka. Jadi apapun yang mereka lakukan adalah demi hari esok yang lebih baik, tidak masalah sekarang harus berkorban.

Berjuang, berkorban demi hari esok yang lebih baik dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Tiongkok, yang sudah membudaya sejak dahulu.

Ada kenalah, sebelum PD2, kakek-nenek mereka berasal dari Malaysia, demi masa depan yang lebih baik mereka pindah ke Sumatra.

Orang tua mereka lahir dan menetap di sebuah pulau kecil di Sumatra, demi kehidupan yang lebih baik, orang tua mereka pindah ke Jakarta.

Ketika kerusuhan Mei, demi kehidupan yang lebih baik, ia migrasi ke Australia, sekarang menetap di Australia.

Semua mereka lakukan demi kehidupan yang lebih baik, apapun dilakukan bahkan harus bermigrasi ke negara lainpun dilakoni.

Bagi masyarakat Tiongkok yang tidak bermigrasi, juga melakukan hal yang sama pindah dari propinsi satu ke propinsi lain demi kehidupan yang lebih baik.

Dalam budaya Tiongkok, keluarga adalah yang utama. Lebih lanjut dari itu, lingkungan/kampung adalah keluarga mereka. Selanjutnya kabupaten/kota, lalu propinsi dan akhirnya negara.

Jadi negara adalah keluarga terbesar dari masyarakat Tiongkok, yang semua pengurusnya harus berjuang demi masa depan yang lebih baik bagi semua anggota keluarganya.

Saat ini dapat dikatakan pemerintahan Tiongkok cukup berhasil, terbukti dengan program pengentasan kemiskinan berhasil dilaksanakan sesuai rencana, tahun 2020, menyatakan kemiskinan (sesuai standard PBB), berhasil dihapus.

Yang dapat dilihat dari tingkat kepercayaan masyarakat pada negaranya, survey 2021.[1]


Bukan mental pengemis

Suatu kali ketika berkunjung ke suatu tempat wisata di Tiongkok, saya melihat seorang ibu cukup tua, mungkin sekitar 60 tahun lebih, sedang membersihkan WC.

Merasa kasihan saya memberi uang, ia terkejut. Melihat saya sambil menolak, saya agak memaksa, tapi ia tetap menolak. Saya tidak mengerti apa yang ia katakan, tapi yang jelas ia tidak mau menerima uang.

Bagi orang Tiongkok, lebih baik bekerja keras walau hasilnya sedikit dari pada diberi oleh orang lain. Mereka merasa malu, karena hal itu seperti mengemis.

Pernah sekali di Sosial Media (di Youtube ditonton lebih dari 5.5 juta), ada seorang driver ojol, yang mengantar makanan membawa putri kecilnya yang cantik, ke manapun ia pergi bersama putri kecilnya sambil mengatar makanan, ia harus melakukan itu karena istrinya juga harus bekerja.

Banyak yang terharu atas kejadian ini, banyak orang menawarkan bantuan, baik barang maupun uang, tapi dengan tegas ia menolaknya. Karena ia masih mampu menafkahi keluarganya.[2]

Tapi ada juga anak yang menerima bantuan, karena tidak mampu lagi membiayai pengobatan, kalimat terima kasih yang diucapkan adalah, mereka yang menolong seperti orang tua, saya akan menjadi orang baik demi manfaat banyak orang.


Mengutamakan Pendidikan

Masyarakat Tiongkok dan juga Tionghoa, meletakan harapan masa depan yang lebih baik pada pendidikan. Apapun dilakukan untuk menyekolahkan anaknya. Pepatah TIongkok di bawah ini dapat memberikan gambaran.

Jika rencanamu setahun, tanamlah padi
Jika rencanamu sepuluh tahun, tanamlah pohon
Jika rencanamu ratusan tahun, didiklah anak-anak

Dengan adanya pendidikan yang merata, semakin lama semakin tinggi, maka kemampuan tenaga kerja Tiongkok semakin baik, yang pada akhirnya produktifitas juga meningkat, pada akhirnya berujung pada kemakmuran.


Negara Budaya

Tiongkok bukanlah Nation State, tapi Civilization State[3]

Dalam Nation State, ketika sebuah negara terbentuk, banyak budaya negara sebelumnya akan diubah, bahkan hal yang baikpun dapat dihapuskan.

Seperti di Indonesia dapat terjadi dalam ruang lingkup kecil. Gubernur yang berkuasa berusaha menghapus kesuksesan gubernur sebelumnya.

Andaikata tidak dihapuskan maka gubernur selanjutnya bisa memetik kesuksesan yang lebih besar. Dengan mengapus kebijaksaan sebelumnya yang sebenarnya baik, akan membawa beban biaya, dan harus kerja ulang yang belum tentu lebih baik.

Dinasty Ming adalah dinasty ke dua terakhir, yang terakhir adalah Qing yang mengalahkan Ming. Tetapi semua yang baik dari Ming tetap digunakan, Qing hanya meneruskan dan menambahkan.

Qing sendiri dari suku Manchu, yang bukan mayoritas. Tetapi ketika berkuasa, tulisan utamanya menggunakan tulisan Mandarin, padahal mereka punya tulisan sendiri. Hal ini karena mereka tau tidak mudah merubah, lebih baik meneruskan budaya yang sudah terbangun dan digunakan secara luas.

Makam-makam raja dinasty Ming masih di rawat oleh Dinasty Qing, padahal Ming adalah musuh dari Qing. Tetapi secara budaya, walaupun bermusuhan, mereka adalah satu budaya.

Keputusan yang baik dan bermanfaat sejak dinasty pertama, dinasty Qin tetap dipertahankan, bahkan sampai hari ini. Keputusan yang banyak ditiru oleh bangsa lain.

Kaisar pertama Qin Shi Huang dari Dinasty Qin membuat keputusan 1 mata uang, 1 tulisan, 1 ukuran, struktur pemerintahan dalam bentuk semacam propinsi. Hingga saat ini masih digunakan.

Jadi pemerintahan Tiongkok sekarang adalah akumulasi dari semua kesuksesan dinasty-dinasty sebelumnya.


Menghormati yang siapapun berjasa

Siapapun yang berjasa secara luas, maka ia akan dihormati. Bahkan ratusan tahun setelah mereka meninggalpun tetap dihormati.

Saat wisata ke kota Hangzhou, saya mampir ke makam Jendral Yuefei[4] . Seorang jendral pada masa dinasti Song (abad 12) yang terkenal karena kesetiaannya pada negara dan kejujurannya.

Di sekeliling dinding, tercatat prasasti kaisar-kaisar yang pernah berkunjung untuk menghormati, semua kaisar setelah kematiannya, datang untuk menghormati.

Jika anda tau Jendral Guan Yu (abad ke 3)[5] , ia juga seorang jendral yang ada di dunia nyata, karena begitu hebat karakternya ia dihormati. Dalam kisah 3 Kerajaan, ada Zhuge Liang yang paling pintar, dan yang lainnya, tetapi karakter Guan Yu adalah yang dihormati.

Hakim Bao Zheng[6] (abad ke 10) yang filmnya terkenal luas Judge Bao, juga dihormati karena menegakkan hukum di atas segalanya, ada banyak temple untuk menghormati beliau[7] .

Dari tokoh sejarah di atas terlihat karakter yang dihormati adalah pembela kebenaran, penegak keadilan, kesetiaan, kejujuran. Bukan karakter pintar, kaya. Hal ini menunjukkan bahwa cita-cita kepribadian yang baik bagi sebagian besar masyarakat Tiongkok sepantasnya demikian.

Ada juga Kuil Tukang kayu, seorang arsitek yang merancang istana di Forbidden City, karena kehebatannya sampai sekarang banyak tukang kayu menghormati beliau, ada kuilnya di Beijing, dari CGTN Document.

Banyak dewa-dewa di Kelenteng juga semua adalah manusia biasa yang karena jasanya mereka di hormati. Seperti Tua Pek Kong, tidak ada di Tiongkok, tapi beliau seorang yang bijaksana yang berada di Malaysia, tapi karena kebaikannya masyarakat sekitarnya menghormati beliau.[8]

Karena budaya ini, siapapun masyarakat Tiongkok dengan suka rela akan melakukan pengorbanan demi manfaat banyak orang, demi budaya dan bangsa mereka.

Dengan adanya budaya demikian, semua berusaha membawa lingkungan, budaya, bangsa mereka ke arah yang lebih baik. Karena mereka yang berjasa akan selalu dikenang bahkan ratusan tahun setelah mereka meninggal.


Pesaingan

Dengan penduduk Tiongkok yang 1.4 milyar, apapun pasti ada saingannya, bukan hanya satu mungkin ratusan, mungkin ribuan.

Dengan persaingan yang luar biasa, maka setiap individu harus melakukan hal yang terbaik, jika tidak ia akan tertinggal.

Karena persaingan yang luar biasa ini, maka harga produksi bisa menjadi lebih murah, lebih baik dan seterusnya.

Jawaban detail dapat dibaca di sini:

Apa saja fakta mengerikan dari negara Tiongkok?

Mengapa produk buatan Tiongkok lebih murah dari produk dalam negeri?


Penelitian dan Pengembangan (R&D)

Dengan persaingan yang begitu besar, maka mereka berusaha lebih unggul dari yang lainnya. Salah satu caranya adalah melakukan penelitan.

Link jawaban di atas ada penjelasan mengenai hal ini.


Harus Lebih Cepat

Karena persaingan yang begitu ketat, pintar dan rajin tidak cukup, harus lebih cepat.

Cepat dalam belajar, cepat dapat berproduksi, cepat mencapai hal yang lebih baik.


Jika sekarang Tiongkok lebih unggul dari Indonesia, karena kecepatan mereka membangun, berdasarkan budaya, populasi dan alam mereka.

Budaya tidak bisa ditiru oleh negara lain, sehingga sulit mencontoh pembangunan Tiongkok, walaupun ada beberapa hal yang dapat dicontoh, seperti menempatkan pendidikan dan R&D sebagai prioritas.

Selama ribuan tahun, Tiongkok melakukan banyak kesalahan, yang mengakibatkan kerugian yang besar. Dari belajar atas kesalahan ini, maka mereka tau yang terbaik untuk bangsanya.

Walaupun demikian, saat ini pasti ada kesalahan yang belum diketahui atau belum disadari, tetapi paling tidak sudah banyak kesalahan yang diperbaiki. Melupakan sejarah, hanya akan melakukan kesalahan yang sama.

Pada akhirnya kemakmuran sebuah negara tergantung pada budaya masyarakat, yang merupakan gaya hidup masyarakat secara luas yang turun temurun.

Catatan Kaki

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi