Mengapa pasukan Jepang dapat menguasai medan geografis Indonesia
Jepang tentu punya mata-mata.
Berawal dari keinginan untuk memperbaiki nasib, gelombang imigran Jepang mulai tiba di Hindia Belanda awal abad ke-20. Sebagian besar memulai aktivitas perdagangan dengan cara berdagang keliling sampai cukup modal untuk membuka toko kecil, yang kemudian diikuti oleh pembukaan toko jaringan.
Toko milik para pedagang Jepang inilah yang kemudian dikenal dengan nama Toko Jepang. Sampai dengan tahun 1940, firma - firma yang dimiliki oleh para pegang Jepang ini berjumlah 189.
Berbeda dengan toko milik orang China yang lebih menyukai proses tawar menawar, Toko Jepang memilih strategi harga pas, yang kadang diikuti dengan pencatuman label harga serta mengadakan obral harga pada waktu tertentu.
Zaman keemasan Toko Jepang berakhir tahun 1941 pada saat hubungan Jepang - Hindia Belanda memburuk, orang-orang Jepang kembali ke negaranya dan assetnya disita pemerintah Hindia Belanda.
Banyak yang berpendapat bahwa para para pedagang dan pegawai toko Jepang semua menjadi mata-mata Jepang. Terutama karena pada masa pendudukan Jepang, beberapa bekas imigran ini kembali ke Indonesia dan bekerja pada pemerintahan pendudukan Jepang.
Benarkah?
Meta Puji Astuti, dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin dalam buku di atas membantahnya. Kebetulan saya kenal bu Meta dan pernah berkomunikasi karena pada waktu menyusun disertasinya di Jepang saya punya materi yang beliau butuhkan.
Anggapan bahwa semua pedagang mata-mata perlu ditinjau kembali. Pertama, aktivitas dagang yang dilakukan orang-orang Jepang telah berlangsung sejak permulaan tahun Meiji 1890-an dan merupakan hubungan dagang murni tanpa dilatat belakàngi kondisi politik tertentu. Kedua, sifat nasionalisme yang tinggi dari para pedagang itu yang mendorong untuk memberikan layanan pada negaranya, bukan dilakukan atas dasar profesi spionase. Ketiga, secara resmi tidak ditemukan dokumentasi tertulis bahwa semua firma/toko melakukan kegiatan spionase. Namun demikian tentu saja diantara sekian banyak orang Jepang yang ada di Indonesia ada yang menjalankan tugas sebagai mata-mata. Istilah sekarang adalah 'oknum'.
Ini katalog dari Firma Jepang yang pernah saya miliki:
Dan ini bekas toko Jepang di Purwokerto, dulu namanya toko Suzuki. Satu dari dua toko Jepang di Purwokerto.
Komentar
Posting Komentar