Kronologi Peristiwa di Bumi Malayu

Titik Penting Sejarah Bumi Malayu 500-1400 M November 17, 2023 in Hipotesa, Interpretasi, Kerajaan, Kompilasi, Kronik, Literatur, Penelitian, Prasasti, Silsilah, Tarikh 500 M – 680 M. Dinasti Bukit Seguntang Ranjani memulai peradaban di Hulu Seguntang, kawasan Liwa Tinggi yang kemudian hari diwarisi oleh Skala Brak Kuno. Kawasan Hulu Seguntang ini berada di sisi utara Gunung Pesagi, di sekitar Danau Ranau. Dinasti inilah yang kemudian pindah ke Bukit Kualo Ranjani (Muara Seguntang) di sekitar Palembang saat ini, lalu mendirikan kerajaan yang lebih dikenal sebagai Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini dipimpin oleh raja-raja bergelar Syailendra, nama yang secara harfiah berarti dinasti raja-raja gunung, keturunan Indra. Tradisi yang sama digunakan juga oleh raja-raja Dinasti Gunung Marapi. Hulu Seguntang dikenali sebagai Kerajaan Kantoli (Akhandalapura) yang berdiri sekitar abad ke-5 M menurut catatan Cina. Ākhaṇḍalapura (आखण्डलपुर) memiliki makna khusus dalam kepercayaan Jainism, yaitu kota Vidyādhara, yang terletak di gunung Vaitāḍhya (di baris selatan). Berita-berita Cina menyebutkannya sebagai Gantuoli (kerajaan pendahulu Sriwijaya) dan rajanya yang bernama Sri Varanarendra mengirimkan utusan yang bernama Hindu Rudra ke Tiongkok antara tahun 454 dan 464. Putranya yang bernama Vijayavarman juga melakukan hal yang sama pada tahun 519. Sama seperti masyarakat awal yang mendiami Gunung Marapi, masyarakat Hulu Seguntang awal juga harusnya merupakan imigran yang datang dari Tanah Ranjani. Selain itu peninggalan arkeologi yang tersebar di wilayah ini memiliki kesamaan ciri dengan peradaban awal di Gunung Marapi, yaitu berupa batu-batu megalitik berukuran besar, misalnya batu lesung panjang yang juga terdapat di kawasan Pariangan. Selain itu juga terdapat sepacang arca yang oleh masyarakat lokal disebut sebagai arca sepasang pengantin. Keberadaan arca yang mirip dengan sepasang Arcapada di gunung Semeru ini tentunya identik dengan konsep Sarugo Racopado (Svarga Arcapada) sebagai kayangan tempat tinggal Indra (Niniak Indo Jati) dalam naskah KSRM. 550 M – 650 M. Di Gunung Marapi, jauh di Utara Gunung Pesagi, Dinasti Gunung Marapi juga memulai peradabannya di tempat yang dinamakan Bukik Siguntang-guntang Marapi, kawasan yang meliputi Puncak Manduro dan bukit yang dinamakan Bukik Ranjani. Dinasti ini didirikan oleh bangsawan yang hijrah dari Tanah Ranjani, Ulak Tanah Basa. 682 M. Dinasti Bukit Seguntang Ranjani melakukan serangan ke Kualo Batanghari, ibukota Kerajaan Malayu yang diperintah oleh Dinasti Malayu Tapi Air. Peristiwa ini tercatat pada Prasasti Kedukan Bukit sebagai perjalanan suci yang dilakukan Dapunta Hyang Sri Jayanasa untuk membuat negara baru (marvuat vanua). Prasasti ini menyatakan titik keberangkatan dari Miṉāṅgātamwāṉ (wilayah pertemuan dua sungai), yang identik dengan kawasan Muka Upang sekarang. Istilah Miṉāṅgā yang diartikan sebagai sungai memang tidak asing di wilayah Daerah Aliran Sungai Komering yang berhulu di sekitar Gunung Pesagi, kawasan Hulu Seguntang, tempat asal Dinasti Bukit Seguntang Ranjani. Peristiwa serangan ini juga tercatat dalam naskah Kitab Salasilah Rajo-Rajo di Minangkabau. Sriwijaya (Bukit Seguntang Ranjani) kemudian menjadikan Kualo Batang Hari (bekas ibukota Malayu Tapi Air) sebagai ibukotanya dan membangun banyak percandian disana. Kuasa Sriwijaya di ibukota Kualo Batanghari berakhir dengan Invasi Chola pada 1025 M. 682 M. Sebagai akibat serbuan Dinasti Bukit Seguntang Ranjani ke ibukotanya di Kualo Batanghari, Dinasti Malayu Tapi Air menyingkir ke Kawasan Hulu Batanghari yang mereka namakan Malayu Kampung Dalam Tiga Laras (Tri Bhuwana). Mereka harus menunggu selama 500 tahun hingga kerajaan mereka berdiri kembali setelah kehancuran Bukit Seguntang Ranjani (Sriwijaya) oleh serangan Chola. 1025 M. Maharaja Chola yaitu Rajendra I melancarkan serangan ke Kerajaan Sriwijaya dan merebut ibukotanya di Kualo Batanghari. Raja terakhir Sriwijaya yaitu Sangrama Vijayatunggavarman (disebut dengan nama Sang Selo Indo Sanggarama Bijayo dalam KSRM) tertawan oleh angkatan laut Chola. Sementara adiknya, Samara Vijayatunggavarman (Rajo Mangkuto Bungsu Roman) yang saat itu masih sangat belia, berhasil mengungsi ke Sumpur Sirenopuro lewat jalur Rantau Kuantan, setelah memudiki Sungai Batanghari. Sementara itu, sebagian rakyatnya mengungsi ke Hulu Batanghari, Natanpura (Ulu Rawas), Liwa Tinggi Skala Brak, dan ke berbagai kawasan hulu Batanghari Sembilan yang merupakan anak-anak sungai (cabang) dari Sungai Musi. 1140 M. Rajo Roman Tungga Dewa dari Dinasti Bukit Seguntang Ranjani, putra dari Samara Vijayatunggavarman yang lahir di Sumpur Sirenopuro, menikahi Puti Sari Mayang dari Dinasti Gunung Marapi, yang berdiam di Istano Pariangan Hulu. Puti Sari Mayang adalah istri kedua dari Rajo Roman Tungga Dewa. Pasangan ini kemudian memiliki anak yang diberi nama Puti Sari Puti. 1183 M. Dinasti Malayu Tapi Air yang mengungsi ke Hulu Batanghari (Malayu Kampung Dalam Tiga Laras) mendirikan kerajaannya kembali, tepat 500 tahun setelah terusir dari ibukotanya di Kualo Batanghari Malayu Tapi Air. Saat berdiri kembali, dinasti ini dikenal sebagai Dinasti Mauli dan kerajaan barunya dikenal sebagai Kerajaan Dharmasraya. Naskah KSRM menyebut Dinasti baru ini didirikan oleh Datuak Sinaro yang sukses mengusir sisa-sisa penguasa Chola yang bercokol di Sumatra selama 80-100 tahun, namun proklamasi sebagai negara merdeka baru dilakukan anaknya yang bernama Datuak Bagindo Ratu (Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa) pada 1183 M. Datuak Sinaro sendiri diperkirakan mulai mengusir Chola dari Hulu Batanghari sejak 1110 M. 1240 M. Datuak Sari Maharajo dari Dinasti Malayu Tapi Air, yang merupakan adik dari Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa (Maharaja Dhammasraya saat itu) menikahi Puti Sari Puti dari Dinasti Gunung Marapi di Pariangan. Pernikahan ini melahirkan Datuak Suri Dirajo dan Puti Indo Jalito. Kedua kakak beradik ini juga mewarisi trah Bukit Seguntang Ranjani dari kakeknya (ayah dari Puti Sari Puti) yaitu Rajo Roman Tungga Dewa yang merupakan putra dari Samara Vijayatunggavarman, tokoh kunci yang menghubungkan Sriwijaya dengan Minangkabau. 1280 M. Rajo Natan Sangseto Sangkalo (Sang Pirtalo Kalo, Sang Sapurba) dari Natanpura, Hulu Rawas menikahi Puti Indo Jalito, anak dari Datuak Sari Maharajo dan Puti Sari Puti. Rajo Natan adalah raja terakhir dari Dinasti Bukit Seguntang Ranjani sebelum dinasti ini kemudian melebur ke dinasti-dinasti lain dan kemudian melahirkan cabang Dinasti Kesultanan Malaka (waris resmi Sriwijaya lewat jalur Kerajaan Singapura). Rajo Natan Sangseto Sangkalo adalah cicit dari Samara Vijayatunggavarman (Rajo Mangkuto Bungsu Roman) yang mengungsi ke Sumpur Sirenopuro. Kakeknya yang bernama Rajo Roman Tungga Dewa merupakan putra dari Samara Vijayatunggavarman, namun ayahnya lahir dari istri pertama Rajo Roman Tungga Dewa yaitu Puti Liwa Tinggi dari Hulu Seguntang, Skala Brak Kuno (tanah asal Dinasti Bukit Seguntang Ranjani). Ayah dari Rajo Natan Sangseto Sangkalo bernama Megat Pirtalo Dewa, dan ibunya bernama Puti Reno Kamuniang (adik Raja Perempuan Malayu Kampung Dalam, yang tinggal di Natanpura, Hulu Rawas). Pernikahan Rajo Natan Sangseto Sangkalo dan Puti Indo Jalito kemudian melahirkan Datuak Katumangguangan. 1300 M. Sepeninggal Rajo Natan Sangseto Sangkalo, Puti Indo Jalito kemudian menikah lagi dengan Hyang Indera Jati. Pasangan ini memiliki 6 anak yaitu Puto Sutan Balun (Datuak Parpatiah Nan Sabatang), Puto Cumatang Sikalap Dunia (Datuak Sari Maharajo Nan Barnego Nego), Puti Reno Sudah, Puti Reno Mandi, Puti Reno Sudi dan Puti Reno Jalito. Puti Reno Sudah sebagai anak perempuan tertua pasangan ini kemudian mewarisi Istana Bunga Setangkai yang ditinggalkan oleh Datuak Katumangguangan setelah turun tahta. Keturunannya kemudian melanjutkan Dinasti Bunga Setangkai – Bukit Batu Patah. 1347 M. Adityawarman salah satu keturunan dari Dinasti Malayu Tapi Air menikahi Puti Reno Jalito (adaik dari Datuak Parpatiah Nan Sabatang). Namanya dikenal sebagai Dewang Palokamo Rajo Indera Deowano dalam naskah KSRM. Dia kemudian memindahkan ibukota kerajaannya ke Ulak Tanjuang Bungo, Saruaso, dan mendirikan negara baru yang bernama Malayapura di dalam wilayah Minangkabau. Naiknya Adityawarman ke pucuk kekuasaan menyebabkan Datuak Katumangguangan harus turun tahta dari dari posisinya sebagai Raja Kerajaan Bunga Setangkai (penguasa de facto alam Minangkabau saat itu). Adityawarman mengawali pemerintahan Dinasti Malayapura Pagaruyung (Balai Gudam) dengan menjabat sebagai Rajo Alam, salah satu unsur dari Rajo Nan Tigo Selo, sementara Datuak Katumanggungan menyingkir ke Selatan Minangkabau dan terus berjalan ke arah Hulu Rawas, kampung ayahnya. Keturunan Adityawarman berkuasa hingga 1560 M dan seterusnya dilanjutkan oleh Dinasti Bunga Setangkai – Bukit Batu Patah – Balai Janggo, hingga runtuhnya Pagaruyung di era Perang Paderi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi