AKSI POLISIONIL

 buku karangan Julius Pour, "Doostoot Naar Djokja : Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer", PT Kompas Media Nusantara, (Jakarta : 2009).

Di buku yang ditulis penulis terkenal tersebut pada halaman 22, mengutip pernyataan orang ini :

Dr. LJM Beel.

Dr. Beel merupakan Wakil Agung Mahkota Belanda (berkedudukan di Batavia) saat terjadinya Agresi Militer II. Pada Minggu pagi pukul 08.00 pagi tanggal 19 Desember 1948, melalui Radio Batavia, dia mengeluarkan pernyataan :

"… kami merasa tidak terikat lagi oleh persetujuan gencatan senjata dengan Republik Indonesia. Mereka sama sekali tidak pernah bersedia menghormati gencatan senjata dan malahan berkali-kali melakukan pelanggaran, dengan cara mengirim gerombolan² bersenjata, menyebarkan Teror, pembunuhan, dan aksi perampokan masuk ke dalam wilayah Federal."

"Mengingat gerombolan² tersebut berpangkalan di daerah Republik, yang sama sekali tidak dikuasai oleh Kerajaan Belanda, maka kami bertekad mengerahkan seluruh kekuatan untuk bisa menduduki daerah² yang menyebarkan kekacauan, sekaligus melakukan gerakan pembersihan secara consequent en zonder voorbehound, konsekuen dan tanpa tersisa, agar rust en orde, keamanan dan ketertiban, bisa tercapai."

Yah… itu khan bahasanya Wakil Tinggi Kerajaan Belanda. Tapi yang jelas, briefing Jenderal Spoor (Panglima KNIL) malam sebelumnya di Lapangan Terbang Andir terhadap Pasukan Parakomando yang akan melaksanakan serangan besok pagi, berbeda. Serangan sebagai bagian dari Operation Kraai itu memiliki 3 objectives :

  1. Menangkap pimpinan sipil dan Militer Republik.
  2. Menguasai Sentra politik dan Militer
  3. Omsingelen en uitschalken, melakukan aksi pengepungan sekaligus konsentrasi perlawanan bersenjata lawan.

Jelas sekali ini bukanlah sekedar aksi polisionil untuk menjaga keamanan, ketentuan dan ketertiban (kamtramtib), tapi sebuah gerakan Militer yang ingin menggulingkan sebuah pemerintahan suatu negara. Dalam hal ini Pemerintahan RI.

Kenapa getol sekali mau hancurkan Republik Indonesia ? Karena ini sesuai dengan road map negeri Belanda dari sononya. Dalam sebuah blue print yang dirancang di Den Haag pada pertengahan tahun 1948, RI sudah mulai dihapus. Dalam rancangan itu, bekas wilayah Hindia-Belanda akan terbentuk menjadi kumpulan beberapa Negara-Bagian.

Sebelum Agresi II terjadi, Belanda sudah berhasil 'membentuk' 10 Negara-Bagian. Yang direncanakan untuk dibuat selanjutnya adalah Negara Bagian Djawa Tengah, dimana setelah Republik berhasil dihancurkan, akan berdiri dengan Wali Negara (yang diharapkan Belanda) adalah Sri Sultan HB IX. Untunglah beliau benar² tidak sudi atas keinginan Belanda tersebut.

Tapi, bagaimana harus menghancurkan Republik dan menjalankan 3 objectives Jenderal Spoor, tanpa dihujat oleh Komunitas Internasional? Ya dibuatlah alasan "aksi polisionil" tadi…

Peta 'hasil' Agresi Militer I. Belanda menuduh para pejuang (mereka menyebutnya ekstrimis) di daerah berwarna merah sering 'nyelonong' ke area yang dikuasai Belanda, sehingga perlu pembersihan di 'pangkalannya' langsung.

Ah, meneer bisa aja…

Dalam banyak hal, situasi Agresi II ini mirip dengan Serangan Pearl Harbour : "pernyataan Perang" yang hampir seiring sewaktu dengan gerakan Militer itu sendiri. Jenderal Spoor sangat menggantungkan unsur kejut pada Operation Kraai. Dan… sama dengan di Pearl Harbour, rakyat Yogya sempat mengira kalau pesawat² Belanda yang terbang di pagi hari tanggal 19 Desember 1948 tersebut adalah friendly plane. Sama dengan warga Pearl Harbour yang tidak mengira pesawat² tempur yang mengudara di angkasa Pearl Harbour adalah pesawat Jepang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi