Majapahitisme

 Secara fakta memang kebanyakan mereka meromantisasi dan mengglorifikasi soal Majapahit (+ Bali) dan (baca; hanya) budaya Jawa saja. Bahkan yg Sunda, Ngapak, dan kawasan ujung wetan saja mereka tidak mempedulikannya meski masih se Jawadwipa dan ngakunya paling nasionalis - berbudaya. Mereka tidak fasis dan tidak ultranasionalis, mereka ultra budayanis. Intinya merasa si paling pemegang kunci budaya Nusantara (baca; Majapahit) saja.

Sudah tahu mereka hanya membanggakan budaya Jawa dan Majapahit, tetapi mengherankannya adalah, banyak orang orang Sunda, Ngapak, dan ujung wetanan sana mendukung dan bahkan merangkap jadi sobat rahayu. Terkadang juga orang luar Jawadwipa juga sama, goblok sekali, ingat ya, mereka hanya peduli kepada budaya non klasikal kalau ada negara atau orang dari negara lain mengklaiming budaya kita.

Mereka itu adalah kelompok manusia manusia yg ilmu cocokologi dan tukang drama paling pemegang suatu pavling budaya. Saya sangat tidak menyukai golongan ini (tapi tidak semua ya), apalagi kalau cocokologinya setara (bahkan melebihi) dengan golongan yg mereka benci dan dianggap menjadi ancaman serta mereka masih melanjutkan budaya manutsentris yg membuat orang goblok semakin berkepanjangan eksistensinya.

  • Mereka meromantisasi berlebihan akan hal yg berkaitan dengan Majapahit. Seolah olah Majapahit itulah kerajaan zaman klasikal paling sempurna dan glori. Padahal kerajaan kerajaan lain dizaman yg sama juga banyak dan tidak kalah juga eksistensi glorinya.
  • Mereka berlebihan meromantisasi akan hal yg berkaitan dengan Bali. Seolah olah hanyalah Bali yg paling berbudaya di Jawadwipa dan paling toleransi se Nusantara. Daerah lain mah semuanya rasis. Bahkan setara orang orang Ngapakland yg kalem dan suka humor saja dicap rasis kok kalau kita secara gamblang memang tidak mengakui dikuasai Majapahit dan mayoritas beragama x. Padahal mereka tidak tahu bahwa banyak gereja di Ngapakland yg berdempetan dengan rumahnya pak haji dan bahkan sekolah yayasan agama x juga tidak membeda bedakan agama siswanya.
  • Cocokologi akut setara dengan cocokologi orang orang agama x yg obsesif akan Rasulnya. Tidak perlu dijelaskan secara spesifik seperti apa cocokologi mereka, kasihan terbentur fakta kalau mereka tidak beda jauh dengan tipe manusia yg mereka benci.
  • Seperti yg saya sudah bilang tadi, mereka hanya peduli pada budaya non klasikal kalau budaya tersebut diklaiming orang atau negara lain. Hanya budaya klasikallah yg mereka banggakan dan budaya non klasikal mah cuma remahan rengginang.
  • Siklus kebodohan yg mereka lakukan adalah mempercayai mutlak primbon dan perjimatan serta Kekejawenan yg diplintir habis habisan tetapi orang lain yg diberi dogma diminta manutsentris tanpa membantah.

Mungkin saya akan dicap oleh mereka dan yg merasa si paling nasionalis serta si paling toleransi sebagai anti Jawa dan Bali, mungkin yg terparah akan dicap tidak nasionalis. Padahal tidak, saya hanya anti sobat rahayu saja, saya tidak suka romantisasi, cocokologi, dan mempropagandakan Bali untuk melancarkan kebodohan kebodohan tersebut. Salah satu contoh sobat rahayu yg melegenda ada di Quora kok, merasa lebih berbudaya dan merasa lebih Bali daripada orang Bali.

Sobat rahayu adalah penghalang bagi saya menyadarkan budaya egaliter Ngapakland, jadi mereka mesti saya libas juga eksistensinya dari Ngapakland. Bukan bermaksud memberontak dari negara ya, saya hanya ingin melihat Ngapakland merdeka secara mental dalam budaya dan pendirian seperti dahulu kala sebelum dicemari era Jawa baru dan penyakit penyakitnya yakni sobat rahayu. Naturalisasi memang terlihat kejam dan rasis, tapi itu demi kebaikan harga diri budaya saya yg sudah lama dicemari hal hal kastanis dan bodoh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi