ESKALASI PERANG INDONESIA dan CINA TERKAIT LAUT NATUNA

 Ada 3 hal yang perlu saya tanggapi dari pertanyaan diatas yang pertama mengenai kemungkinan perang, nine dash line dan masalah Natuna.

Perang

Saya mulai dengan yang pertama jawabnya, pasti tidak. Apalagi perang hanya bisa terjadi jika Tiongkok yang melakukan agresi militer. Probabilitas bahwa ini akan terjadi terlalu kecil, jadi sebaiknya diabaikan saja. Mengapa Tiongkok tidak memilih jalan perang? Ada 2 alasan yaitu:

Satu, Tiongkok tidak pernah klaim Natuna. Jadi tidak ada alasan untuk konflik militer bagi perebutan wilayah ( penjelasan untuk ini lihat dibawah, bagian Natuna).

Dua. Jimmy Carter, mantan presiden AS yang mengenal Tiongkok dengan baik dan berada di Tiongkok; atas undangan pemerintah Tiongkok untuk menjadi advisor bagi pengembangan demokrasi di Tiongkok. Kehadiran Carter, yang bekerja melalui Carter Foundation, memberi banyak perbaikan bagi sistem seleksi dan pemilihan para wakil rakyat di tingkat lokal/distrik, propinsi dan nasional.

Carter merespons pertanyaan seorang jurnalis Barat apakah akan terjadi perang karena ketegangan AS vs Tiongkok, Carter menjawab, "China never spend a penny for a war." Inilah karakter Tiongkok yang jauh berbeda dengan AS, yang sangat menyukai menarik pelatuk pistol (trigger-happy).

Namun jangan diartikan Tiongkok takut berperang. Tiongkok termasuk dalam 3 besar negara dengan kekuatan militer yang paling kuat di dunia, memiliki uang yang melimpah, triliunan dollar didalam pundi-pundinya, teknologi militer yang maju bahkan untuk persenjataan hipersonic melebihi AS dan ini diakui oleh Pentagon sendiri.

tentara yang terlatih yang terbesar di dunia dan Tiongkok adalah sebuah negara yang memiliki banyak sobat seperti Pakistan dan Iran serta banyak negara lain yang selalu siap memberikan dukungan jika dibutuhkan. Ini adalah sebuah kondisi yang lebih dari cukup untuk maju berperang.

Saat inipun, Tiongkok sangat siap untuk maju perang apalagi dengan memanasnya relasi dengan AS dan Tiongkok sadar akan kebiasaan AS untuk selalu memakai opsi perang. Xi Jinping tidak mau kecolongan maka dia perintahkan militernya untuk siaga satu.

Namun lihatlah "keengganan berperang" itu dalam perspektif bahwa Tiongkok akan mati-matian berusaha untuk menyelesaikan masalah secara damai. Jikapun harus terjadi perang maka perang itu dikehendaki dan dimulai oleh pihak lain, bukan oleh Tiongkok.

Dengan demikian dalam menghadapi Tiongkok; jauh lebih tepat memiliki pakar yang paham Tiongkok, rasional, mampu mengembangkan strategi serta telaten & cerdik bernegosiasi, daripada menyiapkan pasukan perang.

Nine Dash Line: Mitos dan Realitas

Sebelum masuk ke problem utama yaitu Natuna. Perlu saya bahas nine dash line ini. Oleh karena inilah satu-satunya bukti yang disodorkan media nasional dan Barat bahwa Tiongkok klaim perairan Natuna.

Saya mulai dengan pertanyaan ini, apakah nine dash line itu? Lihat peta dibawah ini dan perhatikan judul peta ini. Peta ini saya dapatkan dari tulisan Jonathan Marcus, analis militer di US Studies Center the University of Sydney yang mengungkapkan bahwa,

"America no longer enjoys military primacy in Indo-Pacific. Chinese counter-intervention systems have undermined America's ability to project power into the Indo-Pacific, raising the risk that China could use limited forces to achieve a fait accomply victory before America can respond, challenging US security guarantees in the process. China's goal is in time of the crisis is to deny the US access to the area within the first and second island chain….this overall strategy can be bolstered by Chinese-land based aircraft and missiles" (Jonathan Marcus. "Is the US still Asia's Only Military Superpower?" BBC News, 25 August 2019, Is the US still Asia's only military superpower?)Perhatikan peta dibawah ini,

Perhatikan judul peta, disitu jelas tertulis, bahwa ada dua garis pertahanan Tiongkok dan yang disebut Nine dash line adalah garis pertahanan pertama, yang berwarna merah. Jadi jelas Nine dash line adalah adalah garis pertahanan Tiongkok dalam perang menghadapi AS. Jadi ini bukan garis batas negara, yang dapat digunakan untuk klaim wilayah.

Ada terlalu banyak bukti bahwa nine dash line bukan klaim wilayah diantara sekian banyak bukti tsb ada dua hal yang terpenting yaitu:

Satu. Salah satu informasi media adalah "Tiongkok klaim seluruh Laut China Selatan atas dasar nine dash line." Lihat peta ini, ini adalah peta klaim wilayah di Laut China Selatan,

Perhatikan peta diatas bendera negara manakah yang terbanyak? Bendera merah dengan 1 bintang adalah Vietnam. Vietnam adalah negara paling agresif di kawasan dalam klaim wilayah di laut China Selatan.

Jadi ambillah, Tiongkok klaim seluruh area di Laut China Selatan maka negara pertama yang harus dihadapi dan ditundukkan adalah Vietnam. Apakah hubungan Tiongkok -Vietnam tegang?

Dulu memang pernah terjadi ketegangan antara Tiongkok dan Vietnam tetapi masalahnya tidak ada kaitannya dengan nine dash line.Namun mereka cepat membereskan masalah tsb. Saat ini hubungan Tiongkok dan Vietnam cukup dekat. Perbatasan kedua negara terbuka lebar, anda bisa jalan kaki dari Vietnam menuju Tiongkok. Tiap pagi para pekerja Vietnam berbondong-bondong naik sepeda ke Tiongkok untuk bekerja dipabrik-pabrik Tiongkok. Sore harinya berbondong-bondong kembali ke Vietnam.

Selain itu Tiongkok membangun infrastruktur Vietnam, mulai dari jaringan kereta api, jalan raya, zona ekonomi khusus. Tiongkok hanya bersedia investasi infrastruktur pada sebuah negara yang sosial politiknya stabil dalam menyikapi kehadiran Tiongkok.

Pada saat Perang Dagang, Tiongkok "digebuk" Trump dengan tariff sehingga ekspor terancam turun. Vietnam segera menyiapkan area industri khusus sehingga para pengusaha Tiongkok tinggal merelokasi pabriknya ke Vietnam dan tetap memelihara pelanggannya di AS dengan kirim barang dari Vietnam sehingga dapat menghindari tariff Trump. Itu sebabnya pundi-pundi Vietnam tambah penuh dengan pajak ekspor sedangkan pundi-pundi Tiongkok tetap terisi laba usaha jadi tak terpengaruh tariff Trump.

Kedua, perhatikan peta pertama nine dash line bagian atas yang berbatasan langsung dengan East China Sea. Di area ini nine dash line langsung menyentuh wilayah laut milik Korea Selatan dan Jepang.

Ambillah apa yang diberitakan media nasional itu benar bahwa "Tiongkok klaim seluruh laut China Selatan" maka klaim itu langsung mengganggu kepentingan Korea Selatan dan Jepang. Akses Korea Selatan ke lautan Pasifik langsung tertutup dan Jepang langsung kehilangan pulau-pulau yang berada di Barat negaranya.

Apakah hubungan Tiongkok dan Korea Selatan tegang? Lihat berita ini,

Kini Korea Selatan memilih bersekutu dengan Beijing daripada bayar "uang keamanan" US $ 5 milyar pertahun kepada Washington. Lalu bagaimana dengan Jepang? Lihat ini

Bagaimana mungkin Vietnam, Jepang dan Korea Selatan bisa-bisa tenang-tenang saja jika wilayah lautnya di klaim Tiongkok? Bahkan kini mereka meningkatkan kerjasama dengan Tiongkok?

Apa yang pasti Vietnam, Korea Selatan dan Jepang jauh lebih dirugikan jika Tiongkok klaim seluruh area Laut China Selatan. Namun justru ketiga negara ini terus meningkatkan kerja sama dengan Tiongkok. Semua ini hanya mungkin terjadi jika Tiongkok tidak pernah klaim Laut China Selatan sebagai miliknya sendiri.

Sebenarnya sederhana saja kita bisa mudah memahami kontradiksi dari informasi Nine Dash Line, yang disebar luaskan media nasional. Pernahkah dalam sepanjang sejarah dunia ini ada negara yang klaim sebuah lautan? Jika memang tidak pernah terjadi, lalu mengapa kok bisa meyakini informasi nine dash line itu adalah bukti klaim wilayah Tiongkok?

Selain itu saya yakin Tiongkok tidak akan pernah mempertaruhkan pembangunan ekonominya menuju negara maju tahun 2049 dan MIC 2025 hanya untuk ambisi megalomania di Laut China Selatan.

Sedangkan Indonesia yang diujung Selatan laut China Selatan hebohnya luar biasa dengan nine dash line ini. Ini hanya bisa terjadi karena, satu, kurang literasi sehingga mudah terjebak hoax yang beredar melalui media Barat. Kedua, Sinophobia yang berlebihan sehingga mudah dibakar oleh pihak ketiga.

Barat: Nine Dash Line, Media dan Hoax

Perhatikan kembali peta Nine Dash Line diatas. Apa artinya sebagai garis pertahananan Tiongkok? Artinya, seluruh area tsb dipantau ketat dengan radar militer Tiongkok. Khusus diarea dalam nine dash line setiap obyek kapal dan pesawat diikuti secara ketat oleh radar militer Tiongkok.

Pertanyaannya, negara mana yang paling dirugikan dengan kebijakan Tiongkok ini? Jawabnya jelas AS karena 3 pangkalan militernya di Asia Pasifik yaitu Korea Selatan, Okinawa dan Guam seluruhnya dibawah pantauan radar militer. Apalagi saat ini militer Tiongkok menerapkan teknologi Quantum untuk radar dan komunikasi militer dimana AS sendiri belum memilikinya.

Artinya, ketiga pangkalan tsb tidak berguna lagi. Aktivitas apapun berada dalam pengawasan ketat radar dan satelit militer Tiongkok. AS yang dulu adalah Sang Penguasa Laut China Selatan dan Pasifik kini harus berhadapan dengan rival baru, Tiongkok, yang jauh lebih sulit dihadapi dan ditundukkan.

Selama ini AS mengontrol dunia dengan politik, militer dan media. Mike Pompeo, mantan direktur CIA dan kini, Secretary of State presiden Trump. Dalam wawancara dengan Fox News ditanya apa yang dilakukan CIA untuk menghadapi Tiongkok. Sambil terbahak menjawab,

Itulah yang dilakukan CIA terutama dalam menghadapi Tiongkok yaitu dengan menyebar luaskan hoax melalui media.

CIA mulai mengembangkan operasi melalui media sejak tahun 1950 dalam sebuah operasi yang disebut Operation Mockingbird. Modus yang digunakan adalah berita disiapkan oleh bagian propaganda CIA lalu didistribusikan melalui jaringan media yang bekerjasama yi William S. Paley (CBS), Henry Luce (Time and Life), Arthur Hays Sulzberger (The New York Times), Alfred Friendly (The Washington Post), Jerry O'Leary (The Washington Star), Hal Hendrix (Miami News), Barry Bingham, Sr. (Louisville Courier-Journal), James S. Copley (Copley News Services) and Joseph Harrison (The Christian Science Monitor) dan VOA. Media-media inilah yang menjadi sumber copy & paste media nasional kita.

Wikipedia menjelaskan bahwa, "Operation Mockingbird is an alleged large-scale program of the United States Central Intelligence Agency (CIA) that began in the early 1950s and attempted to manipulate news media for propaganda purposes. It funded student and cultural organizations and magazines as front organizations…..……CIA Director Allen Dulles oversaw the media network, which had major influence over 25 newspapers and wire agencies. Its usual modus operandi was to place reports, developed from CIA-provided intelligence, with cooperating or unwitting reporters. Those reports would be repeated or cited by the recipient reporters and would then, in turn, be cited throughout the media wire services. These networks were run by people with well-known liberal but pro-American-big-business and anti-Soviet views, such as William S. Paley (CBS), Henry Luce (Time and Life), Arthur Hays Sulzberger (The New York Times), Alfred Friendly (managing editor of The Washington Post), Jerry O'Leary (The Washington Star), Hal Hendrix (Miami News), Barry Bingham, Sr. (Louisville Courier-Journal), James S. Copley (Copley News Services) and Joseph Harrison (The Christian Science Monitor)…"

Dalam nenghadapi Tiongkok CIA bersama jaringan media tsb mempublikasi hoax, mulai dari Tian Anmen, Tibet, Xinjiang, Hong Kong, dan Laut China Selatan. Dengan demikian konsep bahwa komunisme adalah atheis dan otoritarian, komunisme anti agama, sama rata sama rasa, senjata pemusnah massal Saddam Husein, Afghanistan dihancurkan karena terlibat 9/11, rejim Suriah otoritarian dan kejam, dsb tidak lebih daripada hoax.

Tujuannya adalah membentuk pola pikir dimana kita berpikir dan bertindak sesuai dengan mitos yang diciptakan. Sebagai contoh, melalui propaganda yang sistematis diciptakan konsep semua negara komunis adalah negara satu partai, artinya, totalitarian, diktatorial dsb. Faktanya negara-negara komunis tsb multi partai, Vietnam, Tiongkok, Russia semuanya adalah multi partai. Artinya, Partai Komunis yang saat ini berkuasa di Vietnam dan Tiongkok bisa saja mengalami nasib seperti di Russia. Dimana Putin tidak berasal dari Partai Komunis. Partai Komunis Russia kalah dalam pemilu dan menjadi partai oposisi

Dalam situasi dunia semacam ini sangat jelas bahwa meyakini informasi ataupun dokumen riset sekalipun yang berasal dari media Barat begitu saja adalah suatu kebodohan.

Dalam situasi dunia semacam ini, tidak ada jalan lain terkecuali perkayalah literasi kita dan selalu tingkatkan ketrampilan berpikir kritis kita. Jika kita tidak yakin pertahankan sikap skeptik dan ini sangat penting selalu ingin tahu, bertanyalah.

Natuna: The Troubled Waters

Pendapat yang umum beredar di Indonesia bahwa Tiongkok ingin menguasai Natuna. Bahkan ada informasi AL Tiongkok telah menyerbu dan menduduki Natuna. Pendapat ini didasarkan pada informasi media nasional - dan ada informasi - ditambah informasi langsung dari petugas pemerintah terkait.

Mari kita gali informasi dari media negara-negara tetangga. Dari media yang saya baca bahwa yang beroperasi di perairan di utara Natuna adalah para nelayan Tiongkok dan Vietnam dan mereka dilindungi coastguard dari masing-masing negara. Ingat, coastguard adalah polisi pantai, bukan militer.

Kapal Nelayan Tiongkok

Coastguard Tiongkok

Kapal Nelayan Vietnam

Coastguard Vietnam

Tahun 2016 - 2020:

Berdasarkan berita-berita tsb diatas jelas bahwa,

  1. Konflik yang terjadi tidak spesifik hanya dengan Tiongkok tetapi Tiongkok dan Vietnam vs Indonesia.
  2. Seluruh konflik adalah terkait langsung dengan para nelayan Vietnam dan Tiongkok yang sedang mencari ikan dan dilindungi oleh coastguard mereka vs AL Indonesia.
  3. Ini adalah masalah lama, yang telah berjalan bertahun-tahun dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang baik.
  4. Berdasarkan informasi dari sejumlah media diatas. Baik pihak Vietnam dan Tiongkok merasa tidak bersalah karena, satu, lokasi mencari ikan masih diperairan internasional/high seas - ini nampak jelas dari judul yang digunakan oleh Japan Times. Kedua. mereka mencari ikan di traditional fishing teritory. Kedua hal ini juga yang menjadi point utama dari jawaban Tiongkok ke pemerintah Indonesia.
  5. Bagi kita, itu sudah merupakan wilayah kita dan kita merasa bahwa mereka ingin menguasai perairan Indonesia.
  6. Perairan utara Natuna dikatakan merupakan traditional fishing teritory bagi para nelayan Vietnam dan Tiongkok.

Natuna & Traditional Fishing Rights

Kesimpang siuran pemahaman yang saya ikuti di negeri ini tentang masalah Natuna membuat saya mengelus dada dan garuk-garuk kepala yang tidak gatal.

Namun satu fakta yang jelas yaitu mengkaitkan klaim atas traditional fishing teritory, nine dash line dan klaim China atas perairan Natuna selalu muncul menjadi tema. Padahal sangat jelas ketiga hal sangat berbeda konteksnya dan tidak dapat dikaitkan begitu saja.

Ada 3 hal yang dikemukakan Tiongkok atas Natuna yaitu:

  1. Tiongkok mengemukakan bahwa pihaknya memiliki traditional fishing rights atas perairan Natuna. Perhatikan Tiongkok menekankan konsep traditional fishing rights.
  2. Tiongkok mengacu pada United Nations Convention on Law of the Sea part IV, Article 47 (6) dan 51. Artinya, traditional fishing right mencakup juga teritory itu dilindungi undang-undang international.

Perhatian ☝️bagian IV dibagian itulah Traditional Fishing Rights diatur. Khususnya artikel 47 (6) dan 51. Itu sebabnya Geng Shuan juru bicara pemerintah mengatakan dengan tegas, "Kami punya hak". Artinya, hak tradisional fishing yang dilindungi hukum internasional.

Ingatlah, bangsa kitapun diuntungkan dengan diakuinya traditional fishing rights oleh PBB ini. Apakah anda tahu para nelayan Bugis, Timor, Alor dan pulau-pulau kecil lain di NTT? Mereka mempunyai traditional fishing teritory hingga ke pantai utara Australia disana mereka mencari teripang dsb. Jika anda sempat ke Darwin dan berjalan-jalan menyusuri laut dipantai. Anda akan sering bertemu mereka. Mereka mendarat disana untuk memproses teripang dan hasil laut lainnya untuk dibawa pulang dan dijual di Indonesia. Sudah puluhan bahkan ratusan tahun aktivitas ini dilakukan sejak nenek moyang mereka. Inilah yang disebut traditional fishing yang dilindungi oleh PBB dengan Konvensi Hukum Laut tsb.

Apakah Australia pernah protes Indonesia karena merasa dilanggar zona ekonomi eksklusifnya? Apakah mereka menembaki dan menangkapi nelayan tsb kemudian menenggelamkan kapal mereka? Kitalah yang melakukan, mereka tidak.

Jadikan Natuna Sebagai Bargaining Position

Dalam bagian IV itu juga diatur agar tiap masalah traditional fishing right antar negara diselesaikan secara bilateral. Dengan demikian persoalan traditional fishing right antara kita dengan Vietnam dan Tiongkok sebaiknya diselesaikan secara bilateral dan melalui perundingan.

Mempertahankan posisi dengan hanya mengandalkan pendekatan keamanan justru merugikan posisi kita di dunia internasional. Sangat jelas bahwa kita tidak dapat mengingkari hak yang sudah diakui dunia internasional. Namun itu tidak berarti kita dijajah ataupun kalah dari negara lain.

Kita dapat menjadikan Natuna sebagai bargaining position untuk mendapatkan sesuatu yang lebih besar. Langkah seperti ini jauh lebih bijak, elegan dan cerdik daripada sekedar keamanan dan kita terus menerus dikritik dunia internasional (lihat tulisan Lyle Morris di The Diplomat ☝️).

Sebaliknya, jika kita terbuka berunding dan bersedia terbuka memberikan traditional fishing rights. Kita diuntungkan banyak hal yaitu,

Satu. Nama kita dipanggung internasional makin baik karena kita mematuhi Konvensi Hukum Laut Internasional.

Dua. Sebagai gantinya kita bisa secara terbuka meminta China untuk mendukung pembangunan infrastruktur, fasilitas pendidikan sains dan teknologi bagi anak-anak muda kita, pengembangan riset sais dan teknologi bagi para ilmuwan kita, alih teknologi industri dsb.

Ingatlah pepatah Tiongkok kuno ini, "Masalah adalah lompatan menuju ke kemajuan, selama kita mampu melihat apa yang harus diraih dan kita paham apa yang harus dirubah."

Dengan demikian kita bisa mengalihkan konflik menjadi pintu masuk bagi pembangunan yang sangat kita butuhkan bagi masa depan kita semua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi