Daftar wilayah sengketa Tiongkok
Terdapat beberapa wilayah sengketa Republik Rakyat Tiongkok. Persengketaan wilayah merupakan ketidaksetujuan mengenai kepemilikan atau kontrol sebuah wilayah diantara dua atau lebih entitas politik.
Perselisihan yang sedang berlangsung sunting
Bhutan sunting
Bhutan memiliki hubungan yang panjang mengenai budaya, sejarah, agama, dan ekonomi dengan Tibet. Perbatasan Bhutan dengan tibet tidak pernah diakui secara resmi, dan kurang dibatasi. Republik Tiongkok (Taiwan) tetap mempertahankan klaim teritorial pada sebagian wilayah Bhutan hingga hari ini.[1] Klaim wilayah dipertahankan oleh Republik Rakyat Tiongkok setelah Partai Komunis Tiongkok mengambil kontrol atas daratan Tiongkok pada Perang Saudara Tiongkokr.[1][2][3]
Pemberontakan Tibet 1959 dan kedatangan Tenzin Gyatso di India membuat keamanan di perbatasan Bhutan dengan Tiongkok dibutuhkan oleh Bhutan.[1][4] Diperkirakan sebanyak 6.000 orang Tibet melarikan diri ke Bhutan dan mendapatkan Hak suaka, walaupun kemudian Bhutan menutup perbatasannya dengan Tiongkok, takut akan datang pengungsi lebih banyak.[1][4] Pada Juli 1959, bersamaan dengan pendudukan Tibet, Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok menduduki beberapa daerah eksklave Bhutan yang terletak di selata Tibet dimana daerah tersebut berada dibawah administrasi Bhutan lebih dari 300 tahun dan diberikan kepada Bhutan oleh Ngawang Namgyal (Rinpungpa) pada Abad ke-17.[5] Daerah tersebut meliputi Darchen, Biara Labrang, Gartok dan beberapa biara kecil dan desa-desa di dekat Gunung Kailash.[6][7][8][9]
Pada 1983, Menteri Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok Wu Xueqian dan Menteri Luar Negeri Bhutan Dawa Tsering menyelenggarakan pembicaraan untuk mendirikan hubungan bilateral di New York. Pada 1984, Tiongkok dan Bhutan memulai pembicaraan tahunan untuk berbicara langsung mengenai sengketa perbatasan.[2][10] Pada 1998, Tiongkok dan Bhutan menandatangani perjanjian bilateral untuk menjaga perdamaian dan perbatasan. Pada perjanjian tersebut kedua belah pihak sepakat untuk membangun hubungan berdasarkan Lima Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai.[2][10][11][12] Walaupun begitu, pembangunan jalan milik Tiongkok yang Bhutan klaim dilakukan di wilayah Bhutan, diduga hal tersebut melanggar perjanjian tahun 1998, dan menaikan tensi.[2][3][12] Pada 2002, Tiongkok menyajikan apa yang mereka klaim sebagai "bukti" yang menguatkan kepemilikan atas wilayah tersebut, setelah negosiasi, perjanjian internal disepakati.[10]
Pada 11 Agustus 2016, Menteri Luar Negeri Bhutan Damcho Dorji mengunjungi Beijing, Ibu Kota Tiongkok, untuk diskusi ke-24 terkait dengan masalah perbatasan dengan Wakil Presiden Tiongkok Li Yuanchao. Kedua belah pihak menyatakan bahwa mereka siap untuk memperkuat kerja sama dalam beragam bidang dan berharap bisa menyelesaikan masalah perbatasan.[13]
India sunting
Tiongkok memiliki sengketa perbatasan dengan India, India mengklaim wilayah Aksai Chin yang dikelola oleh Tiongkok. Selama tahun 1950an, Republik Rakyat Tiongkok membangun 1.200 km (750 mil) jalan yang menghubungkan Xinjiang dan bagian Barat Tibet, sepanjang 179 km (112 mil) berada di selatan Garis Johnson yang melewati wilayah Aksai Chin yang diklaim India.[14][15] Aksai Chin lebih mudah diakses dari Tiongkok dan lebih susah diakses oleh India dari sisi lain Karakorams.[14] India tidak mengetahui keberadaan jalan tersebut sampai dengan tahun 1957, yang kemudian dikonfirmasi ketika jalan tersebut berada di peta Tiongkok yang dipublikasikan pada 1958.[16] Tiongkok mengkonsolidasi kontrol atas Aksai Chin setelah Perang Tiongkok-India pada 1962.
Dataran Depsang terletak di perbatasan teritorial Ladakh dan zona sengketa Aksai Chin. Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok menduduki sebagian besar dataran selama Perang Tiongkok-India[17] sementara itu India mengontrol bagian barat dari dataran.[18] Sengketa ini belum terselesaikan.[19]
Arunachal Pradesh merupakan negara bagian di India yang didirikan pada 20 Januari 1972, terletak di utara jauh. Negara bagian ini berbatasan langsung dengan Assam dan Nagaland di bagian selatan, dan Tiongkok di Utara. Mayoirtas dari daerah ini diklaim oleh Tiongkok dengan nama Tibet Selatan.[20] Perbatasan utara dari Arunachal Pradesh merefleksikan Garis McMahon yaitu garis batas yang dibuat berdasarkan Konvensi Simla tahun 1914 antara Britania Raya dan Pemerintahan Tibet (1912–1951). Konvensi Silma tidak pernah diterima oleh pemerintahan Tiongkok, dan dianggap tidak sah oleh Tibet tidak tercapaian beberapa persyaratan yang disepakati pada konvensi.[21] Perbatasan tidak dijaga ketat oleh pemerintah India sampai dengan 1950. Saat ini, teritorial ini diperintah oleh India[22][23]
Jepang sunting
Tiongkok dan Jepang memiliki sengketa teritorial atas sekelompok Pulau tak berpenghuni yang dikenal sebagai Kepulauan Pinnacle di Jepang dan Kepulauan Diaoyu di Tiongkok[24] serta Kepuauan Tiaoyutai di Republik Tiongkok (Taiwan).[25] Disamping menjadi bagian dari Administrasi oleh Amerika Serikat pada 1945 s.d 1972 sebagai bagian dari Kepulauan Ryukyu, kepulauan tersebut telah dikontrol oleh Jepang sejak 1895.[26] Menurut Lee Seokwoo, Tiongkok mulai mempertanyakan kedaulatan atas keulauan tersebut pada pertengahan 1970an ketika muncul bukti bahwa terdapat cadangan minyak muncul.[27] Republik Tiongkok juga mengajukan klaim atas kepulauan tersebut. Wilayaj tersebut dekat dengan jalur pelayaran penting dan merupakan daerah Perikanan yang subur serta mungkin memiliki cadangan minyak.[28]
Jepang berargumen bahwa telah mensurvei kepulauan tersebut pada akhir abad ke-19 dan menemukan kepulauan tersebut berstatus Terra nullius (Latin: Pulau tanpa pemilik), kemudian, Tiongkok mengakui kedaulatan Jepang atas kepulauan itu sampai dengan 1970an. Tiongkok dan Taiwan berargumen bahwa dokumentasi bukti sebelum berlangsungnya Perang Tiongkok-Jepang Pertama mengindikasikan kepemilikan Tiongkok dan teritorial tersebut merupakan wilayah hasil penguasaan Jepang yang harus dikembalikan seperti seluruh pengusaan Kekaisaran Jepang yang dikembalikan pada 1945.
Kepualauan tersebut termasuk ke dalam Perjanjian Kerja Sama dan Keamanan antara Amerika Serikat dan Jepang, hal ini berarti pertahanan terhadap kepulauan tersebut oleh Jepang mewajibkan Amerika Serikat untuk datang membantu.[29]
Pada September 2012, Pemerintah Jepang membeli tiga dari pulau sengketa dari kepemilikan individu, memicu demonstrasi besar anti Jepang di Tiongkok.[30] Pada awal Februari 2013, situasi digambarkan sebagai "keadaan serius untuk hubungan antara Jepang dan Tiongkok pada masa pasca perang dalam definsi risiko memunculkan konflik militer".[31]
Taiwan sunting
Tiongkok mengklaim administrasi de jure dari Provinsi Taiwan, serta pulau yang berada dekat dengan Tiongkok yaitu Kinmen dan Kepuluan Matsu, saat ini dikontrol oleh Taiwan.[20]
Vietnam sunting
Tiongkok dan Vietnam memiliki sengketa wilayah yaitu di Kepulauan Paracel yang diduduki oleh Tiongkok tetapi diklaim oleh Vietnam.[20]
Laut Tiongkok Selatan sunting
Area Lautan di Laut Tiongkok Selatan, yang diklaim Tiongkok sebagai wilayah kedaulatannya pada bagian beting dan kepulauan, juga hak sejarah di dalam Sembilan garis putus-putus, tetapi negara lain seperti Amerika Serikat dan Jepang menganggap wilayah tersebut sebagai bagian dari Perairan internasional.[32]
Perselisihan yang diselesaikan sunting
Kazakstan sunting
Pasca Pembubaran Uni Soviet, Kazakhstan menjadi negara independen dan sekitar 2.420 kilometer persegi dataran menjadi objek sengketa dengan Tiongkok.[33] Perjanjian perbatasan antara dua negara ditandatangani di Almaty pada 26 April 1994 dan diratifikasi oleh Presiden Kazakhstan pada 15 Juni 1994.[34] Tiongkok menerima sekitar 22% dari total wilayah yang disengketakan dan Kazakhstan mempertahankan sebanyak 78% wilayahnya.[33]
Kirgistan sunting
Ketika Kirgistan menjadi negara independen pada 1991 setelah Pembubaran Uni Soviet, negara ini mewarisi bagian dengan perbatasan antara Uni Soviet dan Tiongkok. Kedua negara menyepakati perbatasan mereka pada 1996.[35] Proses pengesahan perbatasan terhambat oleh elemen-elemen pihak oposisi dari kesepakatan perbatasan yang dipimpin oleh oposisi Kirgistan yaitu Azimbek Beknazarov sebagai bagian dari aksi lebih luas melawan mantan Presiden Askar Akayev yang memuncak pada Revolusi Tulip 2005. Perjanjian perbatasan difinalisasi pada 2009, ketika Tiongkok menyerahkan bagian dari Khan Tengri sementara itu Kirgistan menyerahkan Uzengi-Kush, area pegungungan yang berada di selatan wilayah Issky Kul.[36]
Laos sunting
Laos meraih sebagian kemerdekaannya dari Prancis pada 1949, saat bersamaan Mao Zedong mendirikan Tiongkok setelah mengalahkan Chiang Kai-shek dari pemerintahan nasional dalam Perang Saudara Tiongkok. Sebagai akibatnya, adaptasi Tiongkok atas prinsip-prinsip Stalinisme dalam bentuk Maoisme mempengaruhi politikus Laos, mendorong permintaan agar Laos mendapatkan kemerdekaan penuh dari Prancis, yang kemudian dikabulkan pada 1953.[37] Perbatasan keduanya berubah menjadi perbatasan dua negara mereka. Perbatasan kemudian disurvei ulang dan ditetapkan pada April 1992[38]
Mongolia sunting
Walaupun Mongolia merupakan bagian dari Dinasti Qing, Tiongkok yang baru berdiri mengakui kemerdekaan Mongolia karena kedua negara memiliki ideologi komunis yang sama pada 1950an. Tiongkok memiliki hubungan diplomatik dengan Mongolia pada 16 Oktober 1949, kedua negara menandatangani kesepakatan perbatasan pada 1962.[39] Ketika Perpecahan Tiongkok-Soviet, Mongolia mendekatkan diri ke Soviet dan meminta penempatan pasukan Soviet, memicu kekhawaitran dari Tiongkok.[40] Akibatnya hubungan diplomatik menjadi tegang hinga 1984, ketika delegasi tingkat tinggi Tiongkok mengunjungi Mongolia dan kedua negara memulai serivei dan penetapan daerah perbatasan mereka. Sekretaris Jenderal Mongolia Jambyn Batmönkh, selama petemuan dengan Presiden Kim Il-sung ketika melakukan Kunjungan kenegaraan di Pyongyang pada November 1986 menyatakan bahwa "pembaharuan perkembangan hubungan antara Tiongkok dan Mongolia merupakan hal penting untuk kedua kepentingan negara.[41] Pada 1986, beberapa perjanjian untuk mendorong perdagangan dan mendirian transportasi darat dan udara ditandatanggani.[40]
Myanmar sunting
Area perbatasan antara Tiongkok dan Burma (Myanmar) dihuni oleh masyarakat non-Han dan non-burma, dan secara tradisional merupakan daerah penyangga antara beragam kerajaan Tiongkok dan Burma.[42] Pada abad ke-19 Britania Raya yang berpangkalan di India mulai menduduki Burma (Burma Britania), dan secara bertahap mendirikan India Britania.[39] Posisi mereka terus mendekat menuju tanah yang secara tradisional diklaim oleh Tiongkok, mendorong kedua pihak untuk bernegosiasi mengenai perjanjian perbatasan yang meliputi setengah perbatasan dibagian selatan dan ujung utara disekitar Myitkyina, tidak termasuk negara bagian Wa.[39] Bagian dari perbatasan ini telah ditetapkan dan ditandai langsung dari 1897-1900.[39] Pada 1941 perbatasan yang berada di negara bagian Wa disetujui setelah survei langsung dilaksanakan pda tahun 1930an, meskipun tidak ada kesepakatan pada pebatasan bagian utara yang tercapai, Tiongkok mengklaim banyak wilayah yang saat ini menjadi Myanmar bagian utara.[39] Sementara itu pada 1937 Burma berpisah dari India dan menjadi koloni terpisah, dan meraih kemerdekaan pada 1948.
Selama Perang Dunia II Jalan Raya Burma dibangun sepanjang perbatasan sebagai bagian dari logistik sekutu untuk membantu Tiongkok melawan Jepang.[43] Sebagai tambahan pada 1941, mengikuti Pencaplokan Jepang di Burma, bagian dari Burma diserahkan kepada Siam sebagai wilayah Sharat Thai Doem, kemudian memberikan Tiongkok perbatasan yang sama dengan Thailand, walaupu begitu area ini kemudian dikembalikan kepada Burma pada 1946 setelah Jepang kalah.[39][44][45]
Diskusi antara Burma dan Tiongkok mengenai perbatasan dimulai pada 1954, dimana Tiongkok berhasrat untuk memegang kontrol daerah tersebut secara lebih efektif karena digunakan sebagai pangkalan oleh pasukan Kuomintang.[39] Pada 28 Januari 1960 perjanjian ditandatangani yang membatasi sebagian besar perbatasan, yang kemudian diselesaikan dengan penetapan penuh pada 1 Oktober 1960, dimana kedua pihak menyerahkan sebagian kecil area sepanjang perbatasan.[39] Kedua belah pihak penetapkan perbatasan langsung setahun kemudian.[39]
Sejak hal tersebut hubungan kedua negara tetap mesra, meskipun regional perbatasan penuh gejolak karena pemberontakan di negara bagian Kachin dan Shan, Myanmar.[46][47] Beberapa tahun belakangan ini beberapa kota disepanjang perbatasan seperti Mong La, Ruili, dan Muse menjadi pusat perjudian, prostitusi, dan penyelundupan obat-obatan.[48][49][50]
Nepal sunting
Beberapa perjanjian telah dinegosiasikan antara Nepal dan Tibet (Dinasti Qing) pada abad ke-18 dan ke-19, walaupun begitu perjanjian tersebut tetap tidak jelas atau saling bertentangan. Setelah pendirian Tiongkok pada 1949, pemerintah Tiongkok dan Nepal menandatangani tiga perjanjian perbatasan yaitu pada 1960, 1961, dan 1963. Komisi bersama juga dibuat untuk menjelaskan dan menetapkan perbatasan kedua negara.[51]
Politisi India dan pihak oposisi Nepal mengklaim bahwa Nepal dan Tiongkok memiliki permasalahan mengenai teritorial sepanjang perbatasan di Himalaya tetapi Tiongkok dan Nepal menyangkal tuduhan tersebut.[51]
Korea Utara sunting
Tiongkok dan Korea utara berbagi perbatasan darat sepanjang 1.416 km yang hampir seluruhnya berkesesuaian dengan aliran Sungai Yalu dan Sungai Tumen. Dua negara menandatangani perjanjian perbatasan pada 1962 untuk menyelesaikan perbatasan darat yang belum disepakati. Tiongok menerima 40% dari daerah sengketa danau kawah di Gunung Baekdu (yang dikenal sebagai Pengunungan Changbai di Tiongkok) sementara itu Korea Utara mendapatkan daratannya.[52]
Pakistan sunting
Sengketa perbatasan kedua negara mulai dinegosiasikan pada 1950an. Perjanjian Pakistan dan Tiongkok merupakan dokumen yang diterbitkan pada 1963 antara pemerintah Pakistan dan Tiongkok untuk menetapkan perbatasan dari kedua negara.[53] Sebagai hasilnya Tiongkok menyerahkan lebih dari 1.942 kilometer persergi (750 sq mil) kepada Pakistan dan Pakistan mengakui kedaulatan Tiongkok pada ratusan kilometer daratan di utara Kashmir dan Ladakh sebagai imbalannya.[54][55]
Rusia sunting
Pada 1991, Tiongkok dan Uni Soviet menandatangani Perjanjian Perbatasan antara Tiongkok dan Uni Soviet yang dimaksudkan untuk memulai proses negosiasi permasalahan perbatasan yang ditunda sejak 1960an. Tetapi, beberapa bulan kemudian Uni Soviet pecah, dan empat mantan republik Uni Soviet yaitu - Rusia, Kazakhstan, Kirgizstan, dan Tajikistan mewarisi variasi bagian yang berbeda dari perbatasan Uni Soviet.
Dibutuhkan lebih dari satu dekade untuk Rusia dan Tiongkok untuk sepenuhnya menyelesaikan sengketa perbatasan dan menetapkannya. Pada 29 Mei 1994, saat kunjungan Perdana Menteri Rusia Viktor Chernomyrdin ke Beijing, "kesepakatan mengenai Sistem Management Perbatasan Tiongkok dengan Rusia dimaksudkan untuk memfasilitasi perdagangan lintas batas dan menegah kegiatan kriminal" disepakati. Pada 3 September, perjanjian penetapan ditandatangani untuk perbatasan sepanjang 55 kilometer (34 mil) pada bagian barat perbatasan kedua negara, dan penetapan perbatasan pada bagian ini selesai pada 1998[56]
Sengketa perbatasan terakhir yang belum diselesaikan antara dua negara terpecahkan dengan Kesepakatan Perjanjian Tambahan antara Tiongkok dan Federasi Rusia pada Bagian Timur dari Perbatasan Tiongkok-Rusia.[57] Berdasarkan kesepakatan itu Rusia mentransfer kepada Tiongkok bagian dari Abagaitu Islet, seluruh Pulau Yinlong, setengah dari Pulau Bolshoy Ussuriysky, dan beberapa pulau sungai yang berdekatan. Transfer ini telah diratifikasi oleh Tiongkok dan Rusia pada 2005, mengakhiri sengketa perbatasan selama satu dekade. Upacara penyerahan resmi dilakukan pad 14 Oktober 2008.[58]
Tajikistan sunting
Tiongkok memiliki klaim wilayah seluas 28.430 kilometer (10.977 square miles) terhadap teritorual Tajikistan sejak 1884, yang dimiliki dari masa Dinasti Qing oleh Perjanjian Tidak Adil.[59][60]
Pada 2011, sebagai bagian dari perjanjiaan, Tiongkok secara resmi melepas klaim terhadap 96% dari total wilayah sengketa, sementara itu Tajikistan menyerahkan sekitar 4% dari wilayah tersebut sekitar 1.137 kilometer persegi (438 square miles) kepada Tiongkok.[33][61][62]
Komentar
Posting Komentar