Perang Saudara Inggris
Perang Saudara Inggris (1642-1651) adalah serangkaian konflik bersenjata dan intrik politik antara kaum Parlementaria ("Roundheads") dan Royalis ("Cavaliers") terkait tata cara pemerintahan. Perang saudara pertama (1642-46) dan kedua (1648-49) terjadi antara pendukung Raja Charles I melawan pendukung Parlemen Lama, sementara perang saudara ketiga (1649-51) merupakan perang antara pendukung Raja Charles II dan pendukung Parlemen Sisa. Perang ini berakhir dengan kemenangan Parlementaria kemenangan pada Pertempuran Worcester tanggal 3 September 1651.
Perang Saudara Inggris | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Peperangan Tiga Kerajaan | |||||||
Kemenangan Tentara Model Baru Parlementaria atas Pasukan Royalis pada Pertempuran Naseby tanggal 14 Juni 1645 menjadi titik balik yang menentukan dalam Perang Saudara Inggris. | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Royalis Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia | Parlementaria Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Korban | |||||||
50.000[1] | 34.000[1] | ||||||
127.000 kematian tanpa bertempur (termasuk sekitar 40.000 orang sipil)[2] |
Perang Saudara Inggris berujung pada pengadilan dan pengeksekusian Charles I, pengasingan putranya, Charles II, dan penggantian sistem monarki Inggris dengan sistem Persemakmuran Inggris (1649-1953) untuk pertama kalinya dan kemudian sistem Protektorat (1653-1659) di bawah kekuasaan Oliver Cromwell. Secara konstitusional, Perang Saudara Inggris menghasilkan preseden bahwa seorang raja atau ratu Inggris tidak dapat memerintah tanpa persetujuan parlemen, meskipun konsep ini secara resmi ditetapkan melalui Revolusi Agung yang terjadi kemudian pada abad yang sama.[3]
Terminologi
Istilah "Perang Saudara Inggris" paling sering disebut dalam bentuk tunggal, bukan jamak (English Civil War bukan Wars), meskipun para sejarawan sering membagi konflik ini menjadi dua atau tiga perang yang terpisah. Perang ini juga tidak terbatas di Inggris. Sejak awal, konflik meliputi perang dengan dan perang sipil di dalam Skotlandia dan Irlandia. Dan akhirnya melibatkan Wales yang kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Inggris.
Tidak seperti perang sipil lain di Inggris, yang fokus pada pihak yang harus berkuasa, perang ini lebih mempermasalahkan tata cara pemerintahan di Inggris, Skotlandia, dan Irlandia. Encyclopædia Britannica 1911 menyebut rangkaian konflik tersebut "Pemberontakan Besar", sementara beberapa sejarawan, terutama yang beraliran Marxisme, seperti Christopher Hill (1912-2003), telah lama menyukai istilah "Revolusi Inggris".[4]
Strategi dan taktik
Banyak perwira dan veteran tentara dalam Perang Saudara Inggris mempelajari dan menerapkan strategi perang yang telah diperoleh dan disempurnakan dalam perang-perang lain di seluruh Eropa, antara lain oleh Spanyol dan Belanda selama perang kemerdekaan Belanda yang dimulai tahun 1568.[5]
Taktik pertempuran utama yang kemudian dikenal adalah infanteri pike and shot ("tombakan dan tembakan"), yaitu kedua belah pihak akan berbaris lurus, saling berhadapan, dengan brigade infanteri pembawa senapan (musketeers) berada di tengah, membawa senapan matchlock (suatu jenis senjata dengan kunci untuk memicu mesiu).[6] Senapan tersebut tidak akurat, tapi bisa mematikan pada jarak hingga 300 yard.[6] Brigade musketeers mengatur posisi dalam tiga baris. Baris pertama berlutut, baris kedua merunduk, dan yang ketiga berdiri, sehingga semuanya dapat menembak secara bersamaan.[6] Pada saat itu terdapat dua kelompok dengan formasi tiga baris seperti di atas yang memungkinkan setiap kelompok mengisi kembali mesiu saat kelompok lain menembak.[7] Di antara para musketeers, berbaur pasukan penombak yang membawa tombak dengan panjang antara 12 kaki (4 m) hingga 18 kaki (5 m), dengan tujuan utama melindungi musketeers dari serangan kavaleri.[6] Di setiap sisi infanteri terdapat kavaleri, sayap kanan dipimpin oleh letnan jenderal dan sayap kiri dipimpin oleh komisaris jenderal. Tujuan utama dari kavaleri adalah mengalahkan kavaleri lawan dan kemudian berbalik dan menundukkan infanteri mereka.[6]
Keterampilan dan kecepatan berkuda para Royalis menjadi faktor penting banyak kemenangan awal Royalis. Pangeran Rupert, pemimpin kavaleri raja, telah mempelajari suatu taktik saat bertempur bersama pasukan Belanda, yaitu pasukan kavaleri akan melaju dengan kecepatan penuh ke infanteri lawan yang sedang menembakkan pistol tepat sebelum terjadi letusan.[6]
Namun, taktik Rupert dapat diatasi oleh kaum Parlementaria dengan adanya Oliver Cromwell dan pengenalan Tentara Model Baru yang lebih disiplin. Sekelompok pasukan tombak akan berdiri di depan kavaleri yang menyerbu dan mengarahkan tombaknya yang berefek merusak.[6] Meskipun kavaleri Parlementaria lebih lambat, mereka lebih disiplin.[6] Kavaleri Royalis cenderung mengejar target individu setelah serbuan awal meninggalkan pasukan mereka yang tersebar dan kelelahan. Di sisi lain, kavaleri Cromwell dilatih untuk beroperasi sebagai satu unit, yang menjadi penentu banyak kemenangan.[6]
Komentar
Posting Komentar