Agropolitan
Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (sektor usaha pertanian dalam artian luas) di wilayah sekitarnya.[1] Beberapa daerah menerapkan konsep agropolitan untuk kemajuan daerah. Hal ini didasarkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia merupakan agraris/pertanian. Konsep Agropolitan merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkan daerah melalui optimalisasi sumber daya tumbuhan dan hewan, yaitu pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Jika sebuah kawasan hanya memiliki potensi perikanan, maka dapat pula disebut sebagai minapolitan.
Pengembangan kawasan agropolitan/minapolitan merupakan bagian dari potensi kewilayahan kabupaten di mana kawasan agropolitan itu berada. Pengembangan kawasan agropolitan/minapolitan yang merupakan penguatan sentra-sentra produksi pertanian/perikanan yang berbasiskan kekuatan internal, akan mampu berperan sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi yang mempunyai daya kompetensi inter dan intra regional.[2] Agropolitan merupakan kawasan ekonomi berbasis pertanian dan dicirikan komoditas unggulan, dengan batasan skala ekonomi/skala usaha tanpa dibatasi wilayah administrasi. Sasaran dalam pengembangan kawasan agropolitan ini adalah mewujudkan kawasan agroplitan dan berkembangnya ekonomi lokal yang berbasis produk unggulan daerah yang efektif, efisien, transparan dan berkelanjutan.
Komoditas pertanian yang dibudidayakan adalah komoditas pertanian (tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, perikanan) yang dibudidayakan oleh mayoritas masyarakat, terjamin ketersediaannya secara terus menerus, masih dalam bentuk primer, atau produk olahan sementara, atau produk olahan akhir, telah diusahakan dalam industri kecil atau menengah atau besar, berdaya saing dan mempunyai pangsa pasar baik lokal, regional maupun internasional dan akan atau menjadi ciri khas daerah kawasan.[1]
Agropolitan selayaknya menjadi sarana dalam pembangunan kawasan pedesaan untuk menangani kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan. Melalui pendekatan agropolitan pembanguan wilayah semestinya dapat membawa kemajuan wilayah tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan, budaya, tradisi dengan disertai inovasi-inovasi bisnis yang terarah dan berkelanjutan.[3]
Kebutuhan penciptaan kawasan agropolitan/minapolitan sunting
Secara garis besar kawasan agropolitan membutuhkan:[2][4]
- Adanya sektor unggulan yang bisa dimanfaatkan dalam menggerakkan agropolitan
- Kawasan yang mampu dimanfaatkan untuk mengembangkan sektor unggulan
- Infrastruktur seperti akses menuju desa dan pasar
- Fasilitas pengolahan hasil pertanian untuk meningkatkan nilai tambah, termasuk rumah pengepakan. Usaha Kecil dan Menengah dapat dilibatkan.
- Fasilitas pemasaran hasil pertanian seperti pasar, kios, sub-terminal agribisnis, tempat pelelangan ikan, dan sebagainya.
Agropolitan di Indonesia sunting
Landasan hukum sunting
Landasan hukum yang dapat digunakan dalam pembentukan suatu daerah menjadi agropolitan adalah:[5]
- Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 - tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 - tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
- Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 - tentang Pemerintahan Daerah.
Komentar
Posting Komentar