revolusi mental 'ya' palu arit 'tidak' !

Revolusi Mental, mulanya disambut dengan kobar semangat para pendukung pasangan Indonesia Hebat, Jokowi-JK. Dalam setiap kampanye, Revolusi Mental didengungkan sebagai upaya mengangkat martabat bangsa dan negara di panggung dunia. Gombal! Di balik jargon Revolusi Mental ternyata mengandung semangat komunisme. Benarkah?

Dalam perjalanannya, tudingan dari berbagai pihak – baik dalam komentar-komentar kecil di blog dan media sosial maupun dalam tulisan serius di media masa – Revolusi Mental ditunggangi kepentingan kaum komunis. Sejarah menunjukkan, Revolusi Mental bukanlah ide baru Tim Indonesia Hebat. Karl Marx di pertengahan abad 19 telah mempopulerkannya. 

Mark dengan Revolusi Mental-nya hendak menegakkan perjuangan kelas. Satu tujuan Mark yakni terciptanya tatanan masyarakat dari ideologi lama menuju ideologi baru (komunis). Dengan strategi memecah belah antara satu kelompok dengan yang lain. Pemikiran Mark waktu itu, disambut gegap gempita oleh kaum buruh di hampir seluruh dunia. Agitasi dan propaganda menjadi alat gerakannya. Kaum kapitalis, para birokrat, dan golongan opurtunis menjadi objek sasarannya.

Di Indonesia, Revolusi Mental dengan perangkatnya mulai diterapkan sejak pertama didirikan 102 tahun yang lalu. Pecahnya Serikat Islam (SI) menjadi SI Merah dab SI Putih tidak lain dan tidak bukan hasil dari agitasi dan propaganda Sneevliet yang berpaham Marxisme. Para pelopor komunis Indonesia cerdas dan lihai dalam menjalankan operasi cuci otak massanya, sebab mereka telah lebih tercuci otaknya dari tradisi di mana mereka hidup. Alimin, Semaun, dan Darsono (dalang pemecah Serikat Islam) salah satu bukti riil sebagi korban operasi cuci otak ini. 

Selanjutnya terlihat jelas ciri ini dalam model pemberontakan Alimin di Banten dan Silungkang, Sumatera Bara tahun 1926-1927. 21 tahun kemudian, 1948, pemberontakan terjadi lagi di Madiun yang didalangi oleh Nyoto. Bagi pelopor Komunis, cuci otak adalah syarat kemenangan Revolusi Mental. Prinsipnya adalah memberontak tanpa memperdulikan korban jiwa.

DN Aidit salah satu penerus terbaik PKI, memiliki keyakinan kuat terhadap Revolusi Mental sebagai kunci keberhasilan gerakan massa. Mental berani melakukan segala cara diamini sebagai penentu kemenangan ideolgi komunis di Indonesia. Puncaknya adalah persitiwa G30S/PKI 1965. 

Agitasi, cici otak, propaganda dilakukan kembali oleh penerus Komunisme di Indonesia di era Jokowi-Kalla. Revolusi Mental sebagai jargon pasangan Indonesia Hebat, sempat melahirkan harapan besar bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Revolusi Mental dengan cita-cita luhurnya, hendak menempa karakter bangsa menjadi labih baik – lebih berkarakter sesuai dengan Trisakti-nya Soekarno.

Namun, Rovolusi Mental – yang bila ditarik ke masa lalu – rupanya memiliki pertautan yang kuat. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberhasilan kaum komunis Indonesia menghilangkan kata “PKI” dalam kalimat G30S/PKI 1965 menjadi G30S 1965. Untuk menyebut salah satu contoh saja.

Ketika media informasi memberitakan issue Revolusi Mental era Jokowi berkait-kelindan dengan Revolusi Mental kaum komunis, mantan Presiden Indonesia, penyangkalan pun datang. 

SBY selaku mantan Presiden RI sebelum Jokowi, membenarkan adanya Revolusi Mental dalam paham komunis di masa lalu. Revolusi Mental yang diusung Jokowi berbeda dengan yang diperjuangkan Karl Mark. Proses cuci otak adalah persamannya. SBY berpendapat bahwa, Revolusi Mental bertujuan mengubah karakter bangsa tanpa harus terjadi lagi sejarah kelam berupa pertumbahan darah.

Secara teori pun, tidak ada kaitan antara Revolusi Mental Jokowi lepas dari ideologi komunis, seperti dinyatakan oleh sebagaian orang.  Menurut hasil penelitian yang dilakukan SBY, DN Aidit tidak pernah menyebut-nyebut Revolusi Mental selama memobilisasi massa. Hasil telaah SBY terhadap sumber-sembur yang dbaca, ternyata, Revolusi Mental diperkunalkan oleh Sutan TAkdir Alisjahbana (STA).

Terlepas soal benar dan salah, apakah Revolusi Mental Jokowi jelmaan dari Revolusi Mental Komunis atau STA, realitas kebangsaan mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam memahami sejarah. Bahasa kekinian yang paling banter adalah terkuaknya bukti-bukti sejarah yang menunjukkan bahwa PKI adalah korban kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga, rakyat mengalami dilemma akut. Pemerintahnya pun mengulur waktu untuk memberikan sikap arif dan bikaksana.  

Di sisi yang lain, cuci otak oleh orang-orang komunis yang semakin hari semakin terbuka, mendapat simpati dari media massa kita. Seolah-olah orang-orang komunis di zaman Jokowi ini, perlu dan butuh diperjuangkan bersama, supaya lahir kembali dan terjamin keberadannya di tanah air yang anteng dengan ideology Pancasila-nya.

Akhirnya, situasi ini mendapat respon dan perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo dengan intruksi langsungnya kepada para penegak hukum yakni Polri, Jaksa Agung, Badan Intelejen Negara (BIN), dan TNI. Perhatian dan instruksi Presiden di Istana Negara sebelum rapat paripurna, pekan lalu, merujuk pada  isi Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang pembubaran PKI, larangan komunisme, penyebaran dan mengembangkan paham-paham kiri baik komunisme, Leninisme maupun Marxisme.

Intrusksi tersebut, berdampak terhadap pemberangusan dan pelarangan beradarnya buku-buku kiri. Penangkapan pun dilakukan terhadap beberapa orang yang terkesan menyebarkan identats komunis, seperti mengenakan kaos berlambang palu arit, menjual buku-buku kiri, dan mengadakan aktovitas-aktivitas berbau PKI. 

Revolusi mental, harusnya menghilangkan kegetiran, ketakutan, dan kecemasan bangsa lenyap. Menyebarnya isu dan aktivitas PKI/komunisme baru seharusnya tidak terjadi lagi. Supaya bangsa tidak ketakutan. Mengapa harus ada dendam di negara yang berideologi Pancasila ini? Alangkah baiknya jika kualitas pengetahuan dan spiritual bangsa ini difungsikan untuk perdamaian, persatuan, dan gerakan membangun Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.
Cindy Cemeng/Jakarta, 10-16 Mei 2016)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi