Kerajaan Perlak, Kerajaan Islam Indonesia yang Pertama
Ada banyak
kerajaan Islam di Indonesia. Tentu ini adalah salah satu faktor yang
menjadikan Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia. Dari sekian
banyak kerajaan, kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah
Kerajaan Perlak yang berlokasi di Aceh Timur, daerah Perlak di Aceh
sekarang. Ada sedikit yang ganjal di sini. Dalam buku-buku teks
pelajaran di sekolah, disebutkan kerajaan Islam pertama di Indonesia
adalah Kerajaan Samudera Pasai. Namun, fakta menyebutkan Perlak lebih
dulu ada daripada Samudera Pasai. Kerajaan Perlak muncul mulai tahun 840
M sampai tahun 1292 M. Bandingkan dengan kerajaan Samudera Pasai yang
sama-sama mengambil lokasi di Aceh. Berdiri tahun 1267, Kerajaan ini
akhirnya lenyap tahun 1521. Entah mengapa dalam buku-buku pelajaran,
tertulis secara jelas kerajaan Samudera Pasai-lah kerajaan Islam yang
pertama di Indonesia. Sebuah kesengajaan atau sebuah kebetulan ? Berbeda
dengan kesepakatan yang pasti tentang daerah yang pertama kali dimasuki
Islam ataupun kerajaan Islam pertama di Jawa, kerajaan Islam pertama di
Indonesia masih simpang siur kepastiannya.
Kerajaan Perlak berdiri tahun 840 M dengan rajanya yang pertama,
Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah. Sebelumnya, memang sudah
ada Negeri Perlak yang pemimpinnya merupakan keturunan dari Meurah
Perlak Syahir Nuwi atau Maharaja Pho He La. Pada tahun 840 ini,
datanglah rombongan berjumlah 100 orang yang dipimpin oleh Nakhoda
Khalifah. Tujuan mereka adalah berdagang sekaligus berdakwah menyebarkan
agama Islam di Perlak. Pemimpin dan para penduduk Negeri Perlak pun
akhirnya meninggalkan agama lama mereka untuk berpindah ke agama Islam.
Selanjutnya, salah satu anak buah Nakhoda Khalifah, Ali bin Muhammad bin
Ja`far Shadiq dinikahkan dengan Makhdum Tansyuri, adik dari Syahir
Nuwi. Dari perkawinan mereka inilah lahir kemudian Alaidin Syed Maulana
Abdul Aziz Syah, Sultan pertama Kerjaan Perlak. Sultan kemudian mengubah
ibukota Kerajaan, yang semula bernama Bandar Perlak menjadi Bandar
Khalifah, sebagai penghargaan atas Nakhoda Khalifah. Sultan dan
istrinya, Putri Meurah Mahdum Khudawi, dimakamkan di Paya Meuligo,
Perlak, Aceh Timur.
Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah merupakan sultan yang
beraliran paham Syiah. Aliran Syi’ah datang ke Indonesia melalui para
pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia. Mereka masuk pertama kali
melalui Kesultanan Perlak dengan dukungan penuh dari dinasti Fatimiah di
Mesir. Ketika dinasti ini runtuh pada tahun 1268, hubungan antara
kelompok Syi’ah di pantai Sumatera dengan kelompok Syi’ah di Mesir mulai
terputus. Kondisi ini menyebabkan konstelasi politik Mesir berubah
haluan. Dinasti Mamaluk memerintahkan pasukan yang dipimpin oleh Syaikh
Ismail untuk pergi ke pantai timur Sumatra dengan tujuan utamanya adalah
melenyapkan pengikut Syi’ah di Kesultanan Perlak dan Kerajaan Samudera
Pasai. (AcehPedia.com)
Pada masa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Syed Maulana
Abbas Shah, aliran Sunni mulai masuk ke Perlak. Setelah wafatnya sultan
pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan
Sunni sehingga selama dua tahun berikutnya tak ada sultan. Kaum Syiah
memenangkan perang dan pada tahun 302 H (915 M), Sultan Alaiddin Syed
Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada akhir
pemerintahannya terjadi lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang
kali ini dimenangkan oleh kaum Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya
diambil dari golongan Sunni.
Pada tahun 362 H (956 M), setelah meninggalnya sultan ketujuh, Sultan
Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi
pergolakan selama kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni yang
diakhiri dengan perdamaian dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian.
Bagian pertama, Perlak Pesisir (Syiah), dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988). Bagian kedua, Perlak Pedalaman (Sunni), dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986 – 1023). (Wikipedia.com)
Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari
pemimpin kedua wilayah tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah
meninggal. Ia meninggal ketika Perlak berhasil dikalahkan oleh Kerajaan
Sriwijaya. Kondisi perang inilah yang membangkitkan semangat bersatunya
kembali kepemimpinan dalam Kesultanan Perlak. Sultan Makhdum Alaiddin
Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat, yang awalnya hanya menguasai Perlak
Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada Kesultanan
Perlak. Ia melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006.
Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah
II Johan Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negeri-negeri
tetangga. Ia menikahkan dua orang puterinya dengan para pemimpin
kerajaan tetangga. Putri Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan
Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan
dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, al-Malik al-Saleh. Kesultanan
Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik
Abdul Aziz Johan Berdaulat meninggal pada tahun 1292. Kesultanan Perlak
kemudian menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah kekuasaan
sultan Samudera Pasai yang memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad
Malik Al Zahir yang juga merupakan putera dari al-Malik al-Saleh.
Kerajaan Perlak merupakan negeri yang terkenal sebagai penghasil kayu
Perlak, yaitu kayu yang berkualitas bagus untuk kapal. Tak heran kalau
para pedagang dari Gujarat, Arab dan India tertarik untuk datang ke
sini. Pada awal abad ke-8, Kerajaan Perlak berkembang sebagai bandar
niaga yang amat maju. Kondisi ini membuat maraknya perkawinan campuran
antara para saudagar muslim dengan penduduk setempat. Efeknya adalah
perkembangan Islam yang pesat dan pada akhirnya munculnya Kerajaan Islam
Perlak sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.
sumber : Dikutip dari : http://adisuseno.wordpress.com/2010/07/30/kerajaan-perlak-kerajaan-islam-indonesia-yang-pertama/
Komentar
Posting Komentar