Stigma Kafir Akar Munculnya Radikalisme

Stigma Kafir Akar Munculnya Radikalisme
Aksi ‘Jaga Jakarta’ yang didominasi oleh kaum muda ini mengajak warga Jakarta untuk bersama-sama menolak radikalisme dan terorisme, Jakarta, Minggu 23 November 2016 – Foto: Liputan6.com


Satu Islam, Jakarta – Radikalisme sudah ada sejak manusia ada. Sekarang yang utama adalah bagaimana bangsa Indonesia adalah menangkal gerakan radikalisme dan terorisme tersebut. Radikalisme dan terorisme terjadi akibat banyak faktor, yang paling banyak adalah persoalan ideologi agama. Sejak itu para penganut paham radikalisme dan terorisme mengafirkan dan menganggap orang beda agama sebagai musuh. Bahkan yang seagama tetap dianggap musuh dan harus dimusnahkan.(Baca: Intoleransi dan Hate Speech Pemicu Radikalisme di Indonesia)

Wakil Rektor Bidang Kerja Sama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Murodi mengatakan, upaya mengafirkan sudah muncul sejak abad 7-8 masehi. Dia menceritakan, ketika itu terjadi konflik internal dan perebutan kekuasan di banyak negara yang menjadi akar munculnya radikalisme. Tujuannya, kata dia, untuk menggulingkan kekuasaan politik, makanya gerakan radikal itu muncul di negara-negara Islam, termasuk di Indonesia. “Mereka ingin mengganti ideologi negara dengan ideologi Islam. Itulah salahnya, mestinya yang harus diajarkan ke masyarakat adalah bahwa negara ini didirikan oleh para pahlawan yang berideologi Pancasila yang digali dari sumber-sumber agama itu sendiri,” ujar Murodi, Jakarta, Kamis 12 Mei 2016.
\
Dia menegaskan, tujuan kelompok radikal yang ingin mengganti NKRI menjadi khilafah juga tidak jelas. Menurutnya, khilafah sudah hancur pada abad ke-8 masehi, saat munculnya dinasti Bani Umayah. (Baca: Waspadai Wahabi Saat Umrah, Muslim Musti Tahu Bahaya Radikalisme Akidah) “Mau diganti yang mana? Khilafah sudah selesai, tidak ada lagi. Bahwa model-modelnya boleh ditiru karena modelnya yang baik seperti equality (kesamaan), justice (keadilan), dan kebebasan,” jelasnya.

Maka itu dia meyakini, ideologi Pancasila adalah ideologi terbaik bagi bangsa Indonesia, bahkan terbaik di muka bumi karena mencakup seluruh sendi kehidupan manusia mulai dari ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan. Atas dasar itu, bangsa Indonesia wajib menerapkan dan terus mendalami falsafah Pancasila untuk mewujudkan Indonesia yang adil, tenteram, damai, dan kuat.
“Jadi kalau ada orang yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain, mereka bukan WNI dan silakan keluar dari NKRI,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Ishfah Abidal Aziz menyampaikan, prinsip hidup berbangsa dan bernegara itu mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang harus dhidupkan lagi di kalangan anak muda.“Problemnya yang selama ini terjadi Pancasila hanya menjadi konsep yang hanya sekadar dihafalkan saja dari sila kesatu sampai kelima. Harusnya nilai-nilai Pancasila diamalkan dan diwujudkan di setiap nafas kehidupan bangsa Indonesia,” jelas pria yang biasa disapa Gus Ishfah itu. (Baca: Maman Imanulhaq: Puritanisme Menumbuhkan Radikalisme dan Terorisme)

Dia menambahkan, peran lembaga pendidikan sangat besar dalam membangun generasi Pancasila untuk membendung pengaruh paham radikalisme dan terorisme. Dia juga mengakui pelajaran mengenai keanekaragaman budaya nasional Indonesia yang merupakan perwujudan dari Bhinneka Tunggal Ika di sekolah sudah banyak berkurang secara drastis.

“Mari kita lawan propaganda radikalisme dan terorisme mulai dari akar terbawah yang pendidikan. Kalau dunia pendidikan kita bisa menanamkan nilai-nilai Pancasila, Insya Allah kita akan terbebas dari pengaruh paham radikalisme dan terorisme,” tandasnya

sumber : satu islam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi