Nihonmachi
Nihonmachi (日本町 atau 日本街 harfiah "kota Jepang" atau "jalan Jepang") adalah sebuah istilah yang digunakan untuk mengacu kepada komunitas Jepang yang bersejarah di Asia Tenggara dan Timur. Istilah ini juga telah diterapkan pada beberapa komunitas modern, meskipun sebagian besar darinya hanya disebut "Japantown", yang meniru istilah umum "Chinatown".
Sejarah
Sunting
Selama periode singkat pada abad ke-16—ke-17, aktivitas orang Jepang di seberang laut dan kehadirannya di Asia Tenggara dan di tempat lain di kawasan ini meningkat pesat. Komunitas Jepang yang cukup besar, yang dikenal sebagai Nihonmachi, dapat ditemukan di banyak pelabuhan utama dan pusat-pusat politik di wilayah tersebut, tempat mereka memberikan pengaruh politik dan ekonomi yang signifikan.
Orang Jepang telah aktif di lautan dan di seluruh wilayah tersebut selama berabad-abad, bepergian untuk alasan komersial, politik, agama, dan lainnya. Namun, pada abad ke-16 mengalami peningkatan dramatis dalam perjalanan dan aktivitas semacam itu. Perselisihan internal periode Sengoku menyebabkan banyak orang, terutama samurai, pedagang awam, dan pengungsi Kristen mencari peruntungan mereka di seberang lautan. Banyak samurai yang melarikan diri dari Jepang sekitar masa ini adalah mereka yang berdiri di pihak yang kalah dari berbagai konflik besar; beberapa dari mereka merupakan rōnin, beberapa veteran dari invasi Jepang ke Korea atau dari berbagai konflik besar lainnya. Ketika Toyotomi Hideyoshi dan kemudian para shōgun Tokugawa mengeluarkan larangan berulang terhadap Kekristenan, banyak yang meninggalkan negara itu; sebagian besar dari mereka ini menetap di Manila Katolik.[1]
Sebagai akibat dari larangan Dinasti Ming terhadap perdagangan atau perjalanan langsung Tiongkok-Jepang, berbagai negeri di Asia Tenggara menjadi tujuan utama. Mulai tahun 1567, larangan ini dicabut untuk perdagangan dan kontak di Asia Tenggara, dan banyak pedagang yang seharusnya dianggap sebagai bajak laut karena pelanggaran larangan tersebut dengan demikian dapat menjalankan kegiatan legal, meskipun perdagangan dan perjalanan langsung antara Tiongkok dan Jepang tetap ilegal.[2] Faktor-faktor ini dikombinasikan dengan sejumlah faktor lain untuk menciptakan suasana perdagangan yang dinamis di Asia Timur dan Tenggara, suatu periode yang dijuluki sebagai "Abad Perdagangan" oleh sejarawan Asia Tenggara, Anthony Reid.[3]
Komentar
Posting Komentar