Melayik dialek O dan dialek E

 SEBENARNYA Tidak hanya di Pulau Sumatra saja yang mengalami fenomena seperti ini, di bagian semenanjung Melayu (Malaysia) juga ada bahasa-bahasa rumpun Melayu yang memiliki akhir vokal "o". Seperti Kelantan-Pattani, Kuantan, dan lain-lain.

Dan tentunya ini bukan pengaruh dari bahasa Jawa, atau orang Jawa. Kenapa malah mengaitkan ini pada bahasa Jawa?.

Apakah karena Majapahit yang menguasai hampir seluruh bagian Nusantara? Belum tentu, karena di zaman Majapahit berjaya, mereka (orang majapahit) tidak memaksakan suku lain untuk berbudaya dan berbahasa Jawa, melainkan Kemaharajaan itu hanya membutuhkan pengakuan dari suku lain dan upeti saja selebihnya terserah.

Lagi pula zaman dahulu tidak ada bahasa Jawa modern yang menggunakan vokal "o" pada akhir katanya. Di saat Kemaharajaan Majapahit masih berjaya, kebanyakan orang Jawa menggunakan bahasa Jawa Kuna.

Lalu, apa yang membuat bahasa rumpun melayu kebanyakan memakai huruf "o". Lah, tidak hanya "o" saja, banyak rumpun melayu yang berakhiran huruf "e", "é" atau bahkan "a" dan "ah", kenapa gak mempertanyakan itu dan mengait-ngaitkannya pada bahasa jawa?.

Yang membuat rumpun bahasa melayu kebanyakan memakai vokal akhir "o" karena ketetapan mereka sendiri (bangsa melayu). Kebanyakan dari mereka suka merantau, sehingga mereka terisolasi. Karena sebagian dari mereka terisolasi, maka mereka mulai berkembang sendiri, saya rasa penggunaan vokal akhir "o" digunakan untuk mempersingkat suatu kata.

Mengapa kebanyakan bahasa Melayu dan serumpun Melayu di Sumatra berdialek "o"? Apakah karena pengaruh Jawa?

  1. Suatu evolusi bahasa melayu ini disebabkan mempersingkat suatu kata yang berakhiran "-Ur" dijadikan "O" misalnya kata Tidur, disingkatlah menjadi Tido atau Tedok, atau kata Telur disingkatlah menjadi Telo, Sungkur disingkat menjadi Sungko.
  2. Ada juga versi lain penyingkat huruf yang berakhiran "-Uh" dijadikan "O" juga. Contohnya: Gaduh menjadi Gado, Taruh disingkatlah menjadi Tarok, Paruh menjadi Paro.
  3. Dan saya rasa tidak hanya karena penyingkatan, melainkan karena pengaruh Bahasa Pali atau Sanskrit. Ingatkah bahwa pulau Sumatra itu awalnya diduduki Kerajaan agung Sriwijaya?, Sriwijaya adalah kerajaan dengan mayoritas agama Buddha maka mereka (orang penganut agama buddha) memakai bahasa Pali, sejauh yang saya amati bahasa Pali atau Sanskrit ada yang berakhiran "O" yang akhirnya masyarakat saat itu terbawa medok bahasa Pali, sama seperti sekarang, Mayoritas orang beragama islam yang taat akhirnya beberapa mulai terbawa medok bahasa arab. Tak hanya itu rumus perubahan vokal menjadi O dalam masyakarat Sriwijaya berasal dari bahasa Sanskrit, yang mana rumusnya adalah apabila huruf /a/ bertemu huruf /u/ maka diubah menjadi /o/, contohnya Narauttama menjadi Narottamo, dan kata Atau menjadi Ato.
  4. Saya juga menduga ini disebabkan pengaruh bahasa China dialek Hokkian. Saya tidak tahu benar atau tidak, namun dizaman dahulu perdagangan dengan negara China berkembang pesat sehingga kaum pedagang saat itu yang berniaga dengan China membawa kebiasaannya saat berbahasa Melayu. Saya tidak tahu ini benar atau tidak, misalnya kata Ujung menjadi Chong, kata Kurung menjadi Gurong. Saya pernah mendengarnya waktu saya kecil saat berbicara dengan teman dari bapak.

Itu tadi sekian dugaan saya, kenapa dialek melayu kebanyakan berakhir vokal "o". Maaf apabila ada kesalahan kata, ejaan atau tempat tanda baca. Semoga bermanfaat, terimakasih telah membaca sampai akhir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

mengenal kota aleppo