Sistem Millet

 


Sultan Mehmed II setelah menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453, memberikan otonomi yang luas kepada Millet Yunani, Yahudi dan Armenia yaitu komunitas keagamaan melalui pimpinan masing-masing. Gennadios Scholarios, pimpinan patriark gereja Ortodoks Yunani; Moses Capsali, seorang rabi Yahudi dan Joachim, seorang uskup gereja Armenia.

Setelah itu mereka menjadi pemimpin keagamaan bagi para penganutnya di seluruh wilayah Ottoman.

Istilah millet (Turki : “agama” atau “komunitas agama”) mengacu kepada komunitas agama non-Muslim terutama Kristen dan Yahudi. Dalam Alquran, millet sering merujuk pada “millat Ibrahim” atau agama Abrahamik.

Pada masyarakat Ottoman yang heterogen, millet adalah sebuah komunitas keagamaan yang mengatur dirinya sendiri, masing-masing di bawah hukumnya sendiri dan dipimpin oleh seorang pemimpin agama yang bertanggung jawab kepada pemerintahan Ottoman.

Millet memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak jizyah dan menjaga keamanan internal. Selain itu, setiap millet menjalankan fungsi sosial dan administrasi yang tidak disediakan oleh negara, melalui dewan komunal (meclisi milli) tanpa adanya intervensi dari pemerintah pusat.

Melalui sistem millet, Kesultanan Ottoman mewariskan landasan toleransi beragama yang melindungi kelompok minoritas.

Ketika orang-orang Yahudi diusir dari Spanyol pada tahun 1492, Kesultanan Ottoman membuka pintunya bagi orang Yahudi dan bertentangan dengan apa yang terjadi di seluruh Eropa, mereka tidak mengalami penganiayaan.

Komunitas Yahudi dan Kristen menikmati otonomi luas dalam sistem millet Ottoman. Mereka bebas untuk menjalankan baik kehidupan relijius dan sekuler mereka.

Jaminan dalam kebebasan beragama ini kemudian dikenal sebagai “Osmanlı hoşgörüsü” (toleransi Ottoman).

Dengan sistem millet, ada beberapa hal menarik yang dapat ditelisik:

  • Pertama, Kesultanan Ottoman memberikan banyak warisan penting kepada Turki, khususnya terkait prinsip-prinsip diplomasi dan landasan toleransi beragama.
  • Kedua, pengalaman diplomatik Ottoman menjadi inspirasi Turki dalam membangun hubungan dengan negara lain khususnya negara-negara Eropa dan kekuatan global lainnya.
  • Ketiga, sistem millet menjadi warisan Ottoman yang berharga terutama dalam membangun toleransi antar umat beragama dan menjadi inspirasi dalam penanganan resolusi konflik di Turki

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi