KONFEDERASI di MINANGKABAU

 NAGARI KOTO ANAU

Tentang raja sekarang (2020)

Keturuan kerajaan Koto Anau pernah menjadi wali nagari, Mohammad Saleh Dt Bagindo Yang Dipatuan (1902-1920) dan Thaher Dt Bagindo Yang Dipatuan (1946-1948).

Peninggalan kerajaan Koto Anau. Sumber: https://kotoanauno1.wordpress.com/tag/kerajaan-koto-anau/


Sejarah Nagari Koto Anau, abad ke-12

 Sumber: https://fosil73.wordpress.com/2015/04/30/koto-anau/?fbclid=IwAR12X-EkaEJDH8RAzx88JgxNt9CYxD5F9SBj6CxD1ok9SF4Q_OnQOzwtg1Q

Kerajaan Koto Anau (tahun tidak diketahui) terletak di daerah Kubuang Tigo Baleh, yang setelah kemerdekaan merupakan bagian dari Kabupaten Solok. Bekas Kerajaan Koto Anau kemudian disebut sebagai Kecamatana Lembang Jaya.

Pusat dan asal penguasa kerajaan Koto Anau adalah “Malayu Kampuang Dalam” dari wangsa Malayapura. Raja pertama yang memerintah di Koto Anau bernama/bergelar Pitalo Jombang (tahun tidak diketahui) yang berasal dari Guguak (Solok) yang menikah dengan Putri Sari Mayang yang berasal dari Rawang Hitam, Sungai Nyalo (Jambi), Putri Sari Mayang adalah keturunan dari Raja Melayu Jambi yang pergi dari wilayah kekuasaannya pada saat terjadi penyerangan kerajaan Sriwijaya .

Pendapat dan pengetahuan masyarakat menyebutkan pendahulu atau nenek moyang dari Raja Koto Anau Pitalo Jombang berasal dari Wilayah Gunung Talang (Gunung Selasih), pada perkembangannya terjadi pernikahan antara keturunan Raja Koto Anau ini dengan keturunan (cucu) dari Cindua-Mato (dari pihak Ibu) dan keturunan (cucu) dari Dang Tuanku (dari pihak Ayah). Dari pernikahan itu membuahkan keturunan para raja-raja di Koto Anau, selanjutnya pada perkembangannya terjadi juga pernikahan antara salah seorang Putri Keturunan Rajo Koto Anau ini dengan tokoh yang disebut sebagai “Rajo Aniayo” (tahun tidak diketahui) yang tidak disebutkan asal muasalnya, Rajo Aniayo sempat menjadi raja, pada masa pemerintahannya Rajo Aniayo ini menjalankan pemerintahan yang tidak baik, muncul anggapan bahwa pemerintahan yang tidak baik ini sama halnya dengan kejam, pada akhirnya Rajo Aniayo ini digantikan oleh Putranya sendiri, putra dari Rajo Aniayo ini dikenal dengan “Bujang Paman” (tahun tidak diketahui).

Menurut perkiraan A Chaniago Hr Dt. Rajo Sampono kerajaan Koto Anau dan raja pertamanya memerintah kira-kira pada abad 12 (antara 1101-1199 M). Pada masa itu raja kerajaan Melayu yang mengungsi akibat serangan kerajaan Sriwijaya di Rawang Hitam Sungai Nyalo berpindah ke Koto Anau karena terjadinya pernikahan antara Raja Pitalo Jombang dengan Putri Sari Mayang. dari pernikahan mereka lahirlah Putra yang bernama Baramandeo, diperkirakan nama putranya tersebut berasal dari kata Warmadewa (Mauliwarmadewa). Seiring berjalannya waktu Baramandeo kemudian bergelar Dt. Bagindo Yang Dipatuan, pada masa pemerintahannya (Dt. Bagindo Yang Dipatuan) menghubungkan diri (bertautan) ke Malayu Kampuang Dalam Siguntur (Pulau Punjuang, Dharmasraya) yang merupakan Ibu Kota yang didirikan pada saat Dt. Sinaro dari Rawang Hitam mengusir “Jawi Orok” dari pedalaman Minangkabau. Setelah Adityawarman (pertengahan akhir abad 14) memindahkan (?) Ibu Kota Kerajaan ke pedalaman (pagaruyung/saruaso??) Kerajaan Koto Anau menghubungkan pemerintahan ke sana. Pada saat itu juga Konfederasi Kubuang Tigo Baleh berdiri.

Pada zaman yang berbeda yakni pada masa pemerintahan Raja Pamowano (tahun tidak diketahui) yang berkedudukan di Ulak Tanjuang Bungo  Pagaruyuang, raja Koto Anau tidak mendukung pemerintahan tersebut. Kerajaan Koto Anau lebih mendukung kekuasaan raja Dewang Sari Deowano (tahun tidak diketahui) yang didalam kaba Cindua-Mato disebut juga Alam Dunie, pada waktu penguasaan yang dilakukan Rajo Pamowano, Rajo Dewang Sari Deowano (Alam Dunie) menyingkir ke Muarolembu lalu terus ke Koto Anau ditempat istri dan anaknya mengungsi dan menetap lebih awal di sana.

Setelah sepuluh tahun penguasaan Rajo Pamowano, sang raja yang berkuasa berhasil dijatuhkan, kejatuhannya ini karena terjadi penyerangan yang dilakukan oleh pasukan gabungan Koto Anau, Supayang, Agam dan Tanjung Sunggayang. Di Koto Anau pada saat penyerangan gabungan tersebut dipimpin oleh Rajo Bujang Paman disebut juga Bagindo Rajo Liman yang beristrikan Putri Ratnawali.

Jatuhnya kekuasaan Rajo Pamowano mengembalikan tahta kekuasaan kepada Rajo Dewang Sari Deowano, selang beberapa waktu setelah kembalinya tahta, sang rajo menikah kembali untuk ke dua kalinya, akibat dari pernikahan itu istri dan anaknya kembali ke Koto Anau karena tidak menyetujui tindakan rajo tersebut. semenjak peristiwa itu Koto Anau tidak lagi memberikan dukungan kepada Rajo Dewang Sari Deowano.

Rajo kerajaan Koto Anau selanjutnya yakni Tuanku Rajo Baromandeo (tahun tidak diketahui) menikahi putri dari Rajo Dewang Sari Deowano, putri tersebut bernama Putri Ratna Sari (tahun tidak diketahui) yang melahirkan keturunan dan raja-raja selanjutnya di Koto Anau, dari masa Putri Ratna Sari tidak ada lagi hubungan antara Koto Anau dan Pagaruyung.

Istana Nagari Koto Anau

Lokasi Nagari Koto Anau

Nagari Koto Anau terletak di daerah Kubuang Tigo Baleh yang setelah Indonesia merdeka merupakan bagian dari Kabupaten Solok. Bekas wilayah Kerajaan Koto Anau kemudian disebut Kecamatan Lembang Jaya yang wilayahnya di samping meliputi Anam Koto di Dalam juga mencakup Ampek Koto Kapak Redai yang merupakan bekas Kerajaan Camin Taruih dan Kerajaan Camin Talayang yang kemudian menjadi wilayah Gunung Selasih IV-Koto yang meliputi Bukik Sileh, Salayo Tanang, Kampung Batu Dalam, dan Simpang Tanjung Nan Ampek.
– Sumber: http://kotoanaubisa.blogspot.co.id/2014/11/koto-anau-dari-sudut-histori.html


Rumah Gadang Jadul

Ciri khas di Nagari Koto Anau sehubungan dengan pendirian rumah gadang adalah rumah tersebut harus menghadap ke Gunung Talang yang melambangkan bahwa Gunung Talang merupakan tempat yang dihormati oleh masyarakat Koto Anau. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat pra-Islam yang menganggap bahwa puncak gunung merupakan tempat bersemayamnya dewa-dewi, sebagaimana Gunung Merapi yang sangat dihormati oleh masyarakat Luhak Tanah Datar.
Sumber: http://kotoanaubisa.blogspot.co.id/2014/11/koto-anau-dari-sudut-histori.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi