ADAT PERPATIH DAN ADAT TEMENGGUNG

 Bicara tentang Adat Minangkabau, sebenarnya ada 4 level :

  1. Adat nan sabana adat
  2. Adat nan diadatkan
  3. Adat nan teradat; dan
  4. Adat istiadat

Nah, kita bahas 2 teratas saja, ya. Adat nan sabana adat adalah adat menurut ketetapan alam dan tidak akan berubah. Adat yang tak kan lekang oleh jaman. Dari level pertama adat inilah falsafah dasar adat Minang berasal :

"Alam takambang jadi guru"

Nah, level berikutnya yaitu Adat nan diadatkan. Berisi petatah petitih, pantun ataupun kiasan berisi hikmah. Dipercaya, dua orang tokoh Adat nan diadatkan ini adalah Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah nan Sabatang.

Bagi Datuk Katumanggungan, pemerintahan berdaulat keatas namun tidaklah boleh sewenang². Sedangkan Datuak Parpatiah memahami sistem yang kita kenal sebagai demokrasi : utamakan musyawarah untuk mufakat. Yang satu lebih terlihat seperti Top-Down, yang satu lagi Bottom-Up? Mungkin, tapi sejatinya dua adat ini pada akhirnya saling melengkapi khasanah Adat Minangkabau, seperti yang tergambar dalam pepatah :

"Bajanjang naiak, batanggo turun. Naiak dari janjang nan dibawah, turun dari tanggo nan diateh. Titiak dari langik, tabasuik dari bumi."

Berjenjang naik, bertangga turun. Naik dsri jenjang yang dibawah, turun dari tangga yang diatah. Titik dari langit (umpama titah, red), terbesit dari bumi (umpama ide dan pikiran, red).

Hubungan ini, konon menggambarkan bagaimana bentuk eksekutif dan legislatif.

Dua adat ini melahirkan Kelarasan (sistem) yang berbeda, dengan pembagiannya :

Kelarasan Koto Piliang,

 yang mencerminkan adat sesuai ajaran Datuk Ketumanggungan. Nama² Nagari² yang melingkupi Kelarasan Koto Piliang dan mungkin anda orang Non-Minangkabau pernah dengar diantaranya Silungkang (terkenal dengan batiknya ) dan Singkarak (tentu saja terkenal dengan Danau-nya ). Dan ajaran Datuk Katumanggungan ini sampai keluar batas tanah Sumatera sendiri, yaitu Negeri Sembilan, Malaysia , yang dipercaya adatnya mirip/menjalani Kelarasan Koto Piliang.

Sementara itu, ajaran Datuak Parpatih dimanifestasikan dalam Kelarasan Bodi Chaniago.

 Nama² Nagari termasuk didalamnya Tabek dan Koto Baranjak.

Apakah perbedaan kedua adat ini bisa terlihat secara kasat mata ? Bisa. Coba dilihat dua rumah gadang ini…

Rumah gadang yang atas adalah Rumah Gadang tempat Kelarasan Koto Piliang (yang digariskan Datuak Katumanggungan), sementara yang dibawah adalah Rumah Gadang tempat Kelarasan Bodi Chaniago (sesuai ajaran Datuak Parpatiah). Ada yang bisa lihat bedanya? Ya, kalau Rumah Gadang Koto Piliang cenderung sisi kanan-kiri nya lebih tinggi dari tengah (bajanjang/berjenjang), sementara Rumah Gadang Bodi Chaniago lantai rumah gadang-nya rata.

Perbedaan ajaran ini sejatinya di saat kini sudah tidak lagi signifikan. Bahkan, sejak dulu kala ada Kelarasan Panjang yang biasa jadi 'juru damai'.

"Bodi Caniago inyo bukan, Koto Piliang inyo antah"

Dia bukan Bodi Caniago, entah pula Koto Piliang.

Dan kini sistem adat dua diatas sudah tidak dikotomis dan tersegmentasi lagi. Orang Minang sudah memahami bahwa seharusnya kedua adat ini bisa saling mengisi

"Malu urang Koto Piliang, Malu urang Bodi Caniago. Tanah Sabingah lah bapunyo, rumpuik sahalai lah bauntuak. Malu nan alun kababagi "

Malu orang Koto Piliang, Malu orang Bodi Caniago (menggambarkan penyatuan dimana yang satu malu yang lainnya pun ikut malu). Tanah sebongkah sudah ada yang punya, sehelai rumput sudah ada peruntukan (maksudnya mungkin ya mau bagaimana lagi… seiring jaman bumi sudah ter-kapling², red).

Malu yang belum mau berbagi…

Demikian, CMIIW. Salam dari rantau.

Catatan Kaki

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi