CHAOS ANTARA TAHUN 1965 DAN 1998

 Tahun 1965–1966 yang menurut saya lebih mengerikan.

Cakupan kerusuhannya lebih luas, biang rusuhnya lebih susah ditebak, kejadiannya pun berlangsung lebih lama. Sementara, di luar kota-kota besar di masa itu, listrik kerap belum masuk, jalanan masih seadanya, serta belum ada media telekomunikasi yang bisa menjembatani semua wilayah. Di masa-masa ini, pangan dan sandang juga masih relatif lebih susah diperoleh.

Pokoknya, ada masa teror yang berlangsung lama dan mengerikan.

Ditambah lagi, meski ada faktor-faktor sosial dan ekonomi yang melandasinya, kerusuhan di masa ini lebih dipicu oleh alasan politik (bahkan dirumorkan merupakan operasi rekayasa CIA) dan ada banyak tokoh masyarakat yang secara sistematis 'dibidik.'

Kerusuhan tahun 1998 memang mengerikan juga. Tapi, skalanya lebih terisolir di wilayah-wilayah tertentu dan tidak semasif tahun 1965–1966 dulu. Meski memang ada faktor sosialnya juga, yang lebih memicu kerusuhan ini adalah faktor ekonomi; yakni dampak krisis moneter yang timbul akibat fluktuasi mata uang asing di masa itu.

Saya belum lahir di tahun 1965–1966, tapi saya kerap banyak mendengar banyak cerita tentangnya dari orangtua serta paman dan bibi saya. Memang tidak setiap hari kekerasan dan perusakan akan berlangsung di depan mata. Tapi, timbul rasa takut dan saling curiga di antara masyarakat untuk waktu yang benar-benar lama. Banyak hubungan silaturahmi yang terputus. Banyak pula kenalan serta keluarga mereka yang tiba-tiba 'hilang' dan tidak dapat dihubungi.

Di sisi lain, saya berusia remaja di tahun 1998. Hari itu, saya pergi ke sekolah. Hari-hari itu, saya melihat beritanya di televisi. Tapi, baru saya pahami separah apa kejadiannya bertahun-tahun kemudian sesudah saya jadi mahasiswa. Alhamdulillah, kota saya termasuk yang damai. Lalu terus terang, kabar kerusuhan itu terasa seperti berlangsung hanya sekejap.

Agak mirip kabar kerusuhan di Poso, Sulawesi Tengah, yang berlangsung selama tiga tahun; tapi karena terjadi di tempat yang jauh, rasanya tidak terlalu berdampak.

Beberapa teman saya dari etnis Tionghoa di komunitas menulis punya kisah keluarga mereka masing-masing. Ada banyak yang pengalamannya kurang lebih mirip saya (dalam artian, mereka tidak terlalu terdampak). Tapi, banyak pula yang pengalamannya bikin terdiam dan membuat hati miris.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi