APAKAH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK RAKYAT KECIL atau PEMILIK MODAL?

 

Jika tol bisa mensejahterakan rakyat, maka apakah para rakyat kecil yang tidak memiliki kendaraan bermobil merasakan dampaknya?

Lho, justru tujuan utama infrastruktur tol (utamanya tol dengan judul Trans-Jawa, Trans-Sumatra) itu dibuat bukan untuk rakyat bermobil …

Tetapi buat mereka.
Infrastruktur tol dibuat demi mereka —para petani padi, petani cabai, petani sawit— agar barang yang mereka usahakan, bisa mereka kirimkan ke luar kota.

Se-pengetahuan saya ya (correct me if im wrong), cabai itu salah satu komoditas pangan yang memiliki waktu busuk sekitar 2 hari di temperatur ruangan. Maka para petani cabai memiliki waktu kurang dari 2 hari untuk mengirimkan hasil tani mereka sedari dipetik sampai ke tangan pembeli.

Kita asumsikan cabai ini berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur, dan dijual di Jakarta.

Jika tanpa tol kita membutuhkan waktu 25 jam dari Banyuwangi ke Jakarta, perjalanan 25 jam dari Banyuwangi melewati Pantura sampai Sidoarjo, lanjut ke Semarang, dan melanjutkan Pantura dari Semarang-Jakarta.

Jika dengan tol, ada efisiensi waktu sampai 10 jam (menjadi 15 jam perjalanan) dari Banyuwangi sampai Jakarta, dengan rute Banyuwangi-Surabaya via pantura, dan Surabaya-Jakarta via Tol Trans Jawa.

Cabainya sampai di Jakarta 10 jam lebih cepat, 10 jam lebih cepat sampai ke tangan supplier di Jakarta, 10 jam lebih cepat sampai ke tangan penjual sayur di perumahan anda, dan akhirnya 10 jam lebih cepat sampai di dalam kulkas anda.

Bahkan penjual memiliki waktu 10 jam tambahan untuk berjualan, jadi harganya setidaknya lebih murah, tidak cepat busuk, dan keuntungan penjual lebih besar/tidak rugi karena busuk.

Sekiranya semuanya terbantu, ya? Sekarang bayangkan efisiensi tersebut di skala nasional.

Gas LPG, bensin, alat kesehatan, sampai bantuan kemanusiaan dalam bencana, semuanya efisien waktu, harganya jadi murah (minimal tidak naik ketika ada sedikit inflasi), stok barang selalu ada, nah itu salah satu keuntungan bagi orang-orang miskin yang tidak menggunakan jalan tol, indirect effect lah pokoknya.


Tapi, apakah orang-orang miskin itu bisa menggunakan tol? Bisa!

Perusahaan Otobus (PO Bus) kan banyak yang menggunakan jalan tol. Orang-orang miskin di Jakarta yang mau mudik tapi tidak punya mobil ya pasti menggunakan bus, bus-nya pasti melewati jalan tol.

Mereka pasti menikmati jalan tol, sekalipun mereka tidak memiliki mobil.


Dampak positif jalan tol yang lain bagi orang miskin? Masih ada!

Lihat pada peta ini gais, tol Transjawa (yang berwarna hijau) sejajar dengan jalan pantura (Pantai Utara), ini artinya dahulu orang-orang harus lewat pantura, kini diberikan opsi lain yakni tol Transjawa.

Jadi beban lalulintas terbagi dua, bagi orang yang ingin bepergian dengan jarak yang jauh akan menggunakan jalan tol (karena lebih efisien waktu), dan yang jarak dekat akan menggunakan pantura (karena lebih efisien biaya).

Disclaimer :

Dikatakan lebih efisien waktu karena jalan tol itu adalah jalan bebas hambatan, kata bebas hambatan disini bukan berarti jalannya tidak macet, tapi jalannya terbebas dari hambatan seperti perumahan warga, lampu lalulintas (lampu merah), tidak ada persimpangan (adanya simpang-susun), tidak ada pasar tumpah, tidak ada gangguan apapun yang biasanya ada di jalan nasional seperti pantura.


Sekarang, bayangkan kendaraan ibukota yang sebanyak ini ditumpahkan ke jalan pantura yang kecil itu? bisa, bisa terjadi lagi kejadian Brexit dulu.

Kalau kejadian yang disalahin pemerintah lagi, kan ? Ya salah sih sebenernya, karena masyarakatnya kurang di edukasi aja, selain dari itu pemerintah sudah bekerja dengan baik dalam ranah infrastruktur.
Tersambungnya Jakarta-Surabaya via TransJawa itu salah satu
achievement terbesar bangsa kita.


Lantas, mengapa tidak semuanya dibikin tol? sekalian saja jalan didepan perumahan dibikin jalan bebas hambatan, kan?

Jalan bebas hambatan juga memberikan pengaruh buruk (semua hal ada baik-buruknya, kan?), salah satunya adalah budaya car-centric yang dimiliki bangsa kita.

Jalan bebas hambatan ini membuat budaya car-centric kita semakin besar, semua orang jadi ingin punya mobil, dan kemana-mana harus menggunakan mobil. Budaya ini yang membuat kemacetan di kota-kota besar, budaya ini yang bikin mudik kemarin sampai macet (selain manajemen lalulintas yang kurang baik ya, harus dievaluasi kembali one-way kemarin).

Tapi bukan kesalahan masyarakat juga, budaya car-centric ini terjadi karna transportasi publik di negara kita belum memenuhi kebutuhan.

Idealnya infrastruktur jalan dan transportasi umum harus seimbang, agar transportasi umumnya tidak begitu penuh (sesuai kapasitas/jamnya), dan jalan raya berkurang macetnya (kendaraan sesuai kapasitas jalan/jamnya).

Khusus Jakarta justru kemacetan itu tidak terlalu parah (opini saya) dikota Jakartanya, melainkan di kota-kota satelit Jakarta seperti Bekasi (serius disini kalo udah hari Sabtu macet pisan), Bogor, Tangerang, Depok.


Kesimpulannya : Jalan tol memberikan efek multiplier (multiplier effect) yang besar bagi pertumbuhan sebuah negara, orang miskin yang tidak menggunakan jalan tol pun sangat terbantu karena indirect effect dari jalan tol.

Namun perkembangan jalan bebas hambatan/jalan tol terlebih tol dalam kota harus diimbangi dengan perkembangan transportasi publik, agar mengurangi dampak buruk daripada jalan tol itu sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi