AUSTRIA DAN JERMAN

 

Mengapa Austria sekarang tidak bergabung dengan Jerman? Padahal secara budaya, bahasa, dan ras mereka adalah orang Jerman.

Mengapa Austria sekarang tidak bergabung dengan Jerman? Padahal secara budaya, bahasa, dan ras mereka adalah orang Jerman.

Ini harus dibahas dari sisi historik.

Paska perang Napoleonik, Eropa seolah kembali pada hakekat awalnya. Apa itu hakekat awal Eropa? Saya sendiri tidak tahu. Yang jelas, tatanan feudalisme dan imperialisme kembali muncul. Hanya saja coraknya sedikit berbeda, dan nilai-nilai demokrasi yang dibawa oleh Revolusi Prancis 1798 membawa angin liberalisme dan ide-ide parlementer di tiap-tiap negara adidaya Eropa.

Pada saat itu, istilah Jerman belum mengacu pada bangsa secara utuh, melainkan sebagai suatu budaya, atau daerah regional. Mirip-mirip istilah Nusantara. Sebagai kekuatan besar, terdapat dua entitas yang berseteru yaitu Prusia dan Austria.

Kalau ditanya lebih kuat mana, baik Prusia dan Austria punya kekuatan dan kelemahannya masing-masing dalam jalan menuju persatuan Jerman tadi.

Prusia punya kekuatan militer yang dahsyat. Mayoritas warga mereka juga berbahasa Jerman, dengan etnis Polandia sebagai etnis terbesar kedua dan jumlahnya tidak begitu signifikan.

Berbeda dengan Prusia, Austria sendiri bisa dikatakan lebih kuat dan juga lebih lemah ketimbang Prusia. Secara wilayah domain, sumber daya, dan juga jumlah penduduk yang nantinya selaras dengan kekuatan militer, Austria ini lebih kuat. Masalahnya, wilayah inti Austria yang sudah sejak lama berada dalam hegemoni Dinasti Habsburg sendiri sangat kecil. Sisanya adalah wilayah etnis lain yang jumlahnya cukup signifikan.

Austria yang besar, sebetulnya hanya mewakili proporsi populasi Jermanik yang kecil. Sisanya adalah orang Hungaria, Bohemia, Moravia, dan Galicia. Semuanya punya budaya yang secara radikal berbeda dengan budaya Jermanik. Etnis minoritas ini justru lebih condong ke budaya Slavik dan Latin.

Itu kenapa, selalu jadi perdebatan besar di Eropa tentang siapa yang kelak akan mempersatukan Jerman. Prusia sendiri kalau mau satu lawan satu dengan Austria, besar kemungkinan secara militer kalah. Tapi Austria sendiri adalah sebuah negara heterogen yang berisikan banyak populasi.

Jalan tengah "sempat" diambil lewat pembentukan Konfederasi Jerman yang formatnya masih mirip Uni Eropa.

Anggotanya cukup banyak, yaitu Austria, Prusia, Bavaria, Baden, Württemberg, Saxony, dan banyak negara Jermanik kecil lainnya termasuk Saxe-Coburg-Gotha, daerah asal Prince Albert yang akan menikahi Queen Victoria II of England, praktis mengubah nama dinasti penguasa Britania Raya dari Dinasti Hanover ke Dinasti Saxe-Coburg-Gotha, yang nantinya di-Inggris-kan menjadi Dinasti Windsor.

Wilayah Austria yang dimasukkan ke dalam Konfederasi Jerman ini hanya wilayah Erzherzogtum Österreich, atau wilayah Archduchy of Austria, atau bisa ditranslasikan menjadi Kadipaten Agung Austria. Kadipaten Agung Austria[1] hanyalah satu wilayah kecil dalam Kekaisaran Austria, mirip dengan Inggris di dalam Britania Raya.

Kalau pewaris tahta Britania Raya diberikan gelar Prince of Wales, yaitu kepala negara nominal Wales, pewaris tahta Austria justru biasanya bergelar Archduke of Austria, atau Adipati Agung Austria.

Meski persaingan antara Austria dan Prusia begitu besar, keduanya cukup aktif dalam mengakuisisi wilayah Jermanik yang berada dalam genggaman tangan negara lain. Yang paling terkenal adalah Schleswig-Holstein, sebuah wilayah Jermanik yang berada di genggaman Kerajaan Denmark.

Austria dan Prusia berbondong-bondong merebut Schleswig-Holstein, dan ini diikuti oleh negara Jermanik kecil lainnya.

Selain rebutan wilayah, Austria dan Prusia juga secara aktif berdiplomasi ke seantero negara Jermanik minor untuk memperoleh dukungan dalam persaingan menjadi yang terdepan pada unifikasi Jerman. Praktis, wilayah budaya Jerman saat itu terbagi menjadi dua pengaruh besar.

Austria tadinya berhasil memperoleh semua negara minor besar dalam pengaruhnya (kecuali Hanover), yaitu Baden, Württemberg, Bavaria, dan Saxony. Tapi Saxony ini akhirnya jatuh dalam pengaruh Prusia dan kejatuhan Saxony ke pelukan Prusia ini praktis melancarkan jalan Prusia membentuk Konfederasi Jerman Utara. Kalau ditanya kenapa, soalnya Saxony memang berbudaya Jerman Utara, dan saat itu hanya tinggal Saxony saja yang belum masuk dalam hegemoni Prusia.

Jerman Selatan seperti Bavaria, Baden, dan Württemberg yang sepertinya masih enggan dipimpin oleh Prusia tetap bermain aman dan lebih dekat dengan Austria. Wilayah tiga negara tadi termasuk besar. Terutama Bavaria. Logis kalau mereka sulit mengakui Raja Prusia sebagai pemimpin mereka.

Puncak dari persaingan Prusia dan Austria ini adalah pecahnya perang antara Prusia dan Austria pada 1866[2], atau lebih tepat kalau disebut perang antara kubu utara dan selatan. Perang ini sangat singkat, dan merupakan suatu kekalahan yang memalukan bagi Austria. Bavaria, Baden, dan Württemberg akhirnya lebih condong ke Prusia yang terbukti lebih kuat. Austria sendiri jatuh ke dalam konflik internal berkepanjangan karena Habsburg sudah dianggap lemah.

Babak akhir dari unifikasi Jerman sendiri adalah Perang Prancis-Prusia yang memperebutkan wilayah Alsace-Lorraine. Di Jerman sendiri dikenal sebagai Elsaß-Lothringen.

Prancis kalah, Napoleon III mundur dari jabatan, dan di Versailles diproklamirkanlah persatuan Jerman, dengan Raja Prusia sebagai Kaisar Jerman yang memimpin secara primus inter pares, atau foremost amongst equals. Yang terdepan dari yang sederajat.

Nah sebelum Perang Prancis-Prusia sendiri, sudah timbul pertanyaan seputar unifikasi Jerman di Austria. Apakah mereka akan bergabung dengan Jerman, atau mereka akan branding ulang negara mereka sebagai negara heterogen?

Austria sendiri di ambang kejatuhan karena beberapa faktor:

  1. Kekalahan pada Perang Kemerdekaan Italia[3] yang terjadi sebelum perang dengan Prusia.
  2. Kekalahan pada Perang Austria-Prusia.
  3. Krisis ekonomi berkepanjangan karena Habsburg dikenal buruk dalam manajemen ekonomi dan kebijakan untuk kemajuan negara.

Bersatu dengan Jerman, artinya Austria akan menanggalkan hegemoni besar mereka sebagai penguasa Hungaria, Bohemia, Moravia, Bosnia-Herzegovina, Transilvania, dan Galicia. Mereka semua kemungkinan akan memisahkan diri sementara Austria akan menjadi bagian kecil dari Jerman, tak lebih besar ketimbang Bavaria.

Tapi kalau mereka memutuskan untuk menjauhkan diri dari Jerman, sudah barang tentu relevansi mereka sebagai pemimpin terdepan Jerman hilang.

Kaisar Franz Joseph I dan istrinya Elisabeth akhirnya memainkan peran penting dalam Kompromi Austria-Hungaria 1867[4] , yang secara praktis melepas klaim Austria terhadap kepemimpinan Jerman mereka, dan juga rebranding Austria dari imperium Jermanik menjadi imperium heterogen. Mereka mengambil embel-embel Kaiserlich und Köninglich atau K.u.K., yaitu sebutan tunggal dari entitas jamak Kekaisaran Austria dan Kerajaan Hungaria.

Austria sendiri kalau tidak salah rumornya sempat ingin membentuk Federasi Danube, supaya mereka juga mengakui etnis Slavik dan Latin lain. Tapi masalahnya etnis minoritas ini enggan terlibat dalam imperialisme Habsburg. Etnis minoritas sangat benci dengan penindasan Habsburg dari tahun ke tahun.

Melihat sejarah panjang tersebut, sebetulnya sangat lazim kalau Austria tidak bergabung dengan Jerman. Sampai kapanpun, Jerman yang sekarang adalah hasil bentukan lama Prusia-Brandenburg yang condong ke Berlin.

Austria sampai sekarang tetap memandang kalau budaya luhur Jerman terdapat di wilayah selatan, yaitu Munich dan Vienna. Istilahnya Hochdeutsch, atau High German. Budaya ini konon disebut-sebut sebagai krama-nya Jerman.

Lalu melihat dari sisi geopolitik modern, persatuan Jerman dan Austria bisa dipandang sebagai Anschluss modern oleh kaum yang masih belum bisa memaafkan kekejaman Nazi pada Perang Dunia II.

Hingga saat ini, golongan politik yang mendukung persatuan ini setahu saya akan di-cap Nazi dan sayap kanan radikal, atau nasionalis radikal. Soalnya ide Pan-Jermanisme juga biasanya selaras dengan isu-isu rasial seperti imigrasi. Ide Pan-Jermanisme bisa diartikan sebagai Jerman untuk Jerman. Sentimen ini begitu penting di Eropa.

Selain itu semakin kesini, Austria juga tampaknya semakin mengembangkan identitas civic mereka sebagai "orang Austria" alih-alih "orang Jerman".

Katakan saja kondisinya dalam beberapa hal akan mirip dengan Malaysia bila dipaksakan bersatu dengan Indonesia. Keduanya punya banyak perbedaan dalam fase-fase sejarah penubuhan negara, dan keduanya juga terakhir kali benar-benar bersatu pada masa Kekaisaran Romawi Suci (itupun bila direnungkan, Kekaisaran Romawi Suci tidak pernah benar-benar bersatu).

Lebih-lebih dalam perkembangannya, keduanya mengembangkan identitas civic yang berbeda.

Wer rastet, der rostet

Catatan Kaki

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi