HIKAYAT MENTAWAI

 

Pelarangan terhadap budaya Mentawai dari tahun 1954–1988.

Pulau Mentawai

Orang Mentawai Asli beserta dengan tatonya.

Suku Mentawai telah menetap di Kepulauan Mentawai sejak tahun 2000–500 SM. Karena sudah lama menetap di Mentawai, mereka dikategorikan sebagai bagian dari Proto-Melayu (Melayu Tua). Orang Mentawai sangat bergantung dengan hutan untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya. Karena hutan sangat vital terhadap kehidupan mereka, orang Mentawai percaya kalau tumbuhan dan bintang memiliki roh dan jiwa.

Orang Mentawai memiliki agama asli, Arat Sabulungan. Agama ini menekankan bahwa semua benda yang ada di dunia ini memiliki roh dan jiwa. Dengan begitu, penganut Arat Sabulungan perlu menjaga keselarasan dengan roh-roh. Salah satu caranya yaitu dengan menjaga kelestarian hutan. Pohon hanya boleh ditebang jika sudah memberikan izin dari roh. Walaupun sudah meminta izin, pohon yang berada di jurang dilarang untuk ditebang karena dapat menimbulkan malapetaka seperti tanah longsor.

Keunikan terhadap orang Mentawai terletak pada tato, sikerei, dan meruncingkan gigi. Tato orang Mentawai terbuat dari bahan alami di hutan dan dikatakan sebagai tato tertua di dunia. Tato pada orang Mentawai berfungsi untuk menunjukkan tempat asal mereka. Sikerei sendiri adalah dukun. Dia tidak hanya memiliki peran untuk menyembuhkan penyakit, tetapi juga menjadi pemimpin spiritual dan acara. Selain itu, dia memiliki peran untuk berkomunikasi dengan roh. Karena itulah, sikerei sangat dihormati oleh orang Mentawai. Perihal meruncingkan gigi, biasanya wanita yang melakukannya agar menjadi lebih cantik.

Sayangnya, budaya-budaya orang Mentawai yang saya jelaskan di atas kebanyakannya hanya ada di Pulau Siberut saja. Mengapa begitu? Penjelasan ada di bawah ini.


Kepercayaan Arat Sabulungan memasuki fase kritis pada tahun 1954. Pada saat itu, pemerintahan Ali Sastroamidjojo mengeluarkan SK No. 167/PROMOSI/1954 tentang pembentukan Panitia Interdepartemental Peninjauan Kepercayaan-kepercayaan di Dalam Masyarakat (Panitia Interdep Pakem). SK ini bertujuan untuk menangani segala hal yang berurusan tentang kepercayaan asli Indonesia, termasuk kepercayaan orang Mentawai.

Merespon diberlakukannya SK No. 167, Pemprov Sumatera Tengah dan Pemkab Padang Pariaman (saat itu Mentawai belum memiliki kabupaten sendiri) mengadakan sebuah rapat tiga agama di setiap kecamatan di Kepulauan Mentawai (Muara Siberut, Muara Sikabaluan, Sioban, dan Sikakap).

Rapat tiga agama ini menghasilkan keputusan yang sangat merugikan orang Mentawai yaitu: Arat Sabulungan dilarang. Hal ini disebabkan pemerintah memandang kepercayaan orang asli Mentawai sebagai pengancam kestabiltan negara. Maka dari itu, rapat ini memberikan arahan sebagai berikut:

  • Polisi harus diikutsertakan dalam penghapusan Arat Sabulungan.
  • Penganut Arat Sabulungan diberi waktu tiga bulan untuk memilih dua agama: Islam atau Kristen Protestan.
  • Jika penganut Arat Sabulungan menolak keluar dari agamanya, maka polisi akan menghukum mereka.

Sikerei dari Pulau Siberut

Setahun setelah Arat Sabulungan dilarang, pemerintah memberlakukan kebijakan yang bisa dikatakan melakukan genosida budaya terhadap orang Mentawai. Pada kebijakan tersebut, budaya orang Mentawai dilarang seperti meruncingkan gigi, memelihara rambut panjang, memakai hiasan-hiasan pada laki-laki, dan profesi sikerei (dukun).

Larangan terhadap budaya orang Mentawai ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan dalih untuk memodernkan mereka dan menghapus jejak-jejak feodalisme kuno. Di tambah lagi, pasca peristiwa G30S, larangan ini semakin dijustifikasi dengan kekhawatiran kalau orang Mentawai akan menjadi sasaran empuk komunis. Hal ini menyebabkan pemerintah mencap penganut Arat Sabulungan sebagai orang PKI dan memenjarakan orang yang memeluknya. Akan tetapi, mereka tidak tahu apa itu komunis.

Penegakkan peraturan ini dilakukan dengan cara Polisi mengunjungi setiap kampung di Mentawai untuk menemukan orang-orang yang masih mempraktikan budaya Mentawai. Jika polisi menemukannya, mereka akan ditangkap oleh polisi dan mendapatkan hukuman kerja paksa. Selain itu juga, barang-barang sakral mereka juga dibakar oleh polisi. Bagi mereka yang memelihara rambut panjang, polisi akan memotong rambutnya. Karena perilaku polisi, sebagian orang Mentawai melarikan diri ke hutan ketika polisi mengunjungi kampung mereka.

Penegakkan larangan tidak hanya dilakukan oleh polisi, tetapi juga oleh pihak sekolah. Contohnya yaitu pada tato. Anak-anak Mentawai yang memelihara tato dilarang untuk masuk ke sekolah. Akibatnya, orang tua tidak berani memberikan tato kepada anak-anaknya. Dan yang masih bertato adalah orang-orang yang tidak sekolah.

Gara-gara kebijakan tersebut, banyak orang Mentawai yang meninggalkan Arat Sabulungan dan budaya asli Mentawai. Mereka memeluk salah satu dari empat agama (Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Bahai). Kebanyakan dari orang Mentawai memilih masuk ke agama Kristen Protestan karena tidak mengharamkan babi (babi merupakan hewan penting buat orang Mentawai). Sempat ada orang Mentawai yang menganut agama Bahai sebelum sebagian besar dari mereka murtad dari agama itu karena pemerintah mengeluarkan larangan terhadap agama Bahai.

Berkat kebijakan inilah, mayoritas pemeluk Arat Sabulungan hanya dijumpai di Pulau Siberut. Hal ini dikarenakan sempat ada perlawanan dari orang Siberut terhadap upaya penghapusan budaya Mentawai. Selain itu juga, beberapa pemukiman mereka sulit diakses oleh polisi. Meskipun begitu, beberapa elemen dari Arat Sabulungan masih melekat pada kehidupan orang Mentawai sampai sekarang.

Perwakilan orang Mentawai yang bertemu dengan Gubernur Sumatra Barat

Penindasan terhadap orang Mentawai baru berakhir pada tahun 1988 ketika perwakilan masyarakat Mentawai menemui Gubernur Sumatra Barat, Hasan Basri Durin. Mereka meminta agar larangan terhadap budaya Mentawai dicabut. Gubernur merasa prihatin dengan larangan ini dan meminta kepada Bupati Padang Pariaman untuk mencabut larangan orang Mentawai mempraktikan tradisi mereka. Perintah dari Gubernur Sumatra Barat dilaksakankan oleh Bupati Padang Pariaman.

Berkat Lobi orang Mentawai kepada gubernur Sumatra Barat, polisi tidak lagi mengusik orang Mentawai dan sampai sekarang orang Mentawai dapat menjalankan tradisi dan budaya mereka. Malahan pemerintah sekarang lagi mengupayakan pelestarian budaya Mentawai yang mau punah.

Cuplikan video Budaya asli Mentawai:


Sumber:

Daniswari, D. (2022) Mengenal Suku Mentawai, dari Sejarah hingga Kebudayaan, Kompas. Tersedia pada: Mengenal Suku Mentawai, dari Sejarah hingga Kebudayaan Halaman all - Kompas.com (Diakses: 21 Oktober 2022).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAHUN 80an INDONESIA LEBIH MAJU DARI TIONGKOK, KINI JAUH TERTINGGAL, APA PRINSIPNYA

BAHASA DAERAH yang UNIK

Perilaku Organisasi